Denpasar (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali menargetkan proses pencocokan dan penelitian (coklit) untuk Pemilu 2024 dapat rampung dalam waktu 20 hari dari total 30 hari yang dijadwalkan.
Komisioner KPU Bali I Gusti Ngurah Agus Darmasanjaya di Denpasar, Jumat, menyampaikan bahwa dalam 10 hari pertama sudah terlihat proses coklit oleh panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih) telah mencapai rata-rata 50 persen di seluruh kabupaten/kota di Bali.
"Kita optimistis target 20 hari teman-teman pantarlih bisa merampungkan coklit, sehingga ada jeda 10 hari sisanya untuk merapikan administrasi kependudukan supaya data pemilih itu sama dengan data kependudukan," kata dia.
Ngurah mengakui dalam 10 hari pertama proses coklit oleh petugas di lapangan masih terdapat kendala terutama dalam penggunaan aplikasi e-coklit lantaran pertama kali digunakan untuk Pemilu 2024.
Sebab, kata dia, KPU menganut prinsip de jure artinya ketika ingin menambah, menghapus atau mengubah data pemilih harus disertai bukti, sehingga pantarlih harus melakukan coklit dengan mendatangi rumah warga dan mencocokkan formulir Model A dengan identitas penduduk berupa KTP dan KK.
Baca juga: KPU Bali sikapi pejabat di Badung dituduh terlibat korupsi dana pemilu
"Sekarang pakai e-coklit jadi mengimplementasikan hasil kerja ke aplikasi kan pertama kali tentu ada penyesuaian sumber daya manusianya dulu. Mereka mindsetnya masih de facto, sekarang kita coba de jure itu susah," ujar Ngurah.
Sebelumnya, kata dia, petugas yang sudah pernah menjadi pantarlih terbiasa bekerja dengan kertas fisik, namun kini berubah menggunakan aplikasi e-coklit, sehingga membutuhkan penyesuaian, berbeda dengan pantarlih yang berusia muda tidak mengalami kendala yang lebih mudah menyesuaikannya.
"Secara umum ada dua masalah e-coklit, yaitu masalah sumber daya manusia, perangkat, sinyal, dan aplikasi sendiri, tapi kalau dilihat se-Indonesia, Bali sudah sangat sukses pelaksanaannya, tinggal sedikit lagi, jadi saya optimistis mungkin di minggu ini sudah selesai coklit," ujar Komisioner KPU Bali ini.
Menurut dia, dengan adanya persoalan mengenai aplikasi, KPU Bali tak menutup adanya penggunaan kertas fisik oleh pantarlih.
Ngurah menjelaskan penggunaan metode lama tersebut tak akan mengubah data yang ada karena pantarlih diwajibkan untuk menyalin data yang ditulis ke dalam sistem aplikasi, sehingga akan memudahkan badan adhoc di tingkat yang lebih tinggi dalam proses rekapitulasi.
"Satu orang pantarlih bisa memiliki 30 lembar, itu kalau dicek oleh panitia pemungutan suara (PPS), misal pantarlihnya ada 115 kan pusing, sehingga dengan aplikasi ini akan sangat terbantu, mudah dan tidak ada human error, kecuali kesalahan saat coklit," ujarnya.
Selain masalah e-coklit, kata Ngurah, selama 10 hari pertama ini di lapangan juga kerap ditemukan kendala dari data kependudukan yang tidak sinkron dengan data KPU Bali.
Meskipun persentasenya tidak banyak, menurut dia, namun masih ditemukan data KTP yang tidak sama dengan kartu keluarga (KK), adanya identitas ganda, hingga data warga yang sudah meninggal, namun belum tervalidasi.
"Misal dia sudah mengubah KTP tapi KK dibiarkan itu biasa terjadi, atau pendidikan anak masih sekolah dasar, tapi sebenarnya sudah kuliah. Dengan coklit ini kita sekaligus bisa mengimbau warga untuk memperbaharui KK dengan identitas, dan acuannya KTP," kata Ngurah.
Baca juga: Kapolda Bali minta dalam Pemilu 2024 tak ada politik identitas