Uskup Denpasar Mgr. Silvester Tung Kiem San mengajak seluruh umat Kristiani yang ada di wilayah Keuskupan Denpasar untuk merayakan dan menghayati perbedaan yang ada dalam masyarakat dalam bingkai semangat Bhineka Tunggal Ika.
Hal itu disampaikan Mgr. Silvester San saat merayakan ibadah misa bertema Imlek di Denpasar, Bali, Minggu sore (22/1).
"Sampai sekarang bangsa kita terus berjuang untuk menghidupkan apa yang kita sebut bhineka tunggal ika. NKRI yang kita perjuangkan itu, bukan sesuatu yang gampang. Perlu kita berjuang bersama. Jadi, dengan merayakan Imlek ini kita membangun persekutuan, persaudaraan lintas budaya," kata Uskup Silvester.
Menurut Uskup Silvester, perayaan Imlek merupakan perayaan syukur, sama seperti orang-orang merayakan tahun baru Masehi dimana orang bersyukur atas rahmat dari Tuhan sepanjang tahun lalu, seraya berdoa agar Tuhan juga memberikan berkat pada tahun yang akan datang.
Apalagi kata dia, makna dari perayaan Imlek sejalan dengan firman Tuhan yang dirayakan Minggu ini yang sangat menekankan soal kebersamaan, kerukunan dan kedamaian.
"Kita tidak membeda-bedakan dalam kehidupan bersama. Kita menekankan kerukunan, bukan perbedaan," kata Uskup.
Dengan demikian, kata dia, orang saling menghargai satu sama lain yang harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan menghilangkan fanatisme-fanatisme sempit.
Selain itu, Uskup Silvester menggugah kesadaran diri apakah sebagai orang beragama, umat sudah terbuka, universal seperti Kristus atau justru sebaliknya begitu tertutup, lebih senang dengan pengkotak-kotakan dalam komunitas, dalam masyarakat karena memiliki keuntungan-keuntungan tertentu atau mendapat privilese-privilese tertentu.
Menurut Uskup, refleksi penting perayaan Imlek tahun ini selain sebagai momentum mengucap syukur dan memohon kesuksesan, Imlek menjadi spirit membebaskan diri dari belenggu yang memecah-belah, belenggu sukuisme, fanatisme dan belenggu intoleransi.
Karena itu, umat diajak untuk senantiasa belajar membangun kebersamaan dan persaudaraan lintas suku, agama, ras, dan golongan seperti ditunjukkan oleh tim relawan kemanusiaan yang menolong orang yang menjadi korban bencana alam, korban konflik, kerusuhan, kekerasan juga korban pandemi COVID-19.
"Di mana ada permusuhan dan perpecahan karena masalah SARA, kita dipanggil membangun persaudaraan, kerukunan dan membangun saling pengertian dan pengampunan. Isu sara dan konflik akibat sara itu membawa banyak korban baik nyawa maupun materi," kata Uskup Silvester San.
Untuk perayaan Ekaristi bernuansa Imlek sendiri, kata Mgr. Silvester San sudah menjadi tradisi di Gereja Katedral Denpasar pada tahun-tahun sebelumnya kecuali saat pandemi COVID-19.