Gianyar, Bali (ANTARA) -
Hubungan Indonesia dengan Jerman yang sudah berjalan 70 tahun (1952-2022) diperingati salah satunya dengan membicarakan seniman asal Jerman yang tinggal di Ubud, Gianyar, Bali sejak tahun 1927 kemudian melakukan berbagai diplomasi budaya yang menjadi akar hubungan persahabatan antara kedua negara hingga kini.
"Walter Spies memberi inspirasi serta motivasi kepada banyak seniman Bali. Dengan dukungan dari Tjokorde Gede Agung Sukawati (1910-1978), raja Ubud yang dikenal atas jasanya memajukan pariwisata dan kesenian di Ubud," kata Lena Simanjuntak,Direktur Yayasan Cahaya Perempuan dan Budaya Indonesia, saat memberi sambutan pada seminar bertemakan "Budaya dalam Dialog: Walter Spies Mengetuk, Bali Membuka Pintu, Melangkah dalam Dialog Indonesia–Jerman" di Ubud, kabupaten Gianyar, Bali.
Bersama pelukis Bonnet dan pengukir Nyoman Lempad ia mendirikan asosiasi seniman Bali "Pita Maha“ pada tahun 1934 yang bertujuan meningkatkan kualitas karya seni Bali.
Walter Spies termasuk salah seorang yang membuka gerbang untuk turisme internasional ke Bali dan banyak di antara yang datang itu merupakan tokoh terkenal. Yakni: Collin Mc Phee (komposer), Charlie Chaplin (aktor, komedian), Vicky Baum (pengarang), Baron von Plessen (dokumentator), Margaret Mead (antropolog), Gregory Bateson (antropolog), Miguel Covarrubias (pelukis), ungkap Lena Simanjutak.
Selama tahun 1930,-para seniman dan ilmuwan Eropa dan Amerika yang disebut Bali-Circle itu mengunjungi Walter Spies di Ubud, Bali
Baca juga: Dispar Bali, Asita dan HPI bahas turis asing duduki tempat suci
Bersama Wayan Limbak (penari Bali kelahiran 1897), Walter Spies melakukan komodifikasi tarian Kecak yang berasal dari Desa Bedulu, Gianyar, Bali, sekitar tahun 1930-an. Atas usulan Walter Spies, tarian Sanghyang tersebut dimodifikasi menjadi sebuah tarian Kecak seperti yang kita kenal saat ini, tambah Direktur Yayasan Cahaya Perempuan dan Budaya Indonesia.
Seminar tentang diplomasi Walter Spies menghadirkan beberapa pembicara yakni Prof. Thomas Reuter, Prof. Dr. I Wayan Dibia, Soemantri Widagdo, PhD., Jean Couteau, PhD., Prof. Dr. Wayan ”Kun” Adnyana, Karl Mertes.
Selain itu seminar dilakukan pemutaran film yang dibuat tahun 1933 oleh Friedrich Dalsheim, Baron Victor von Plessen dengan judul: Insel der Dämonen / Island of Demons. Dilanjutkan pembukaan pameran Beyond Memory: Walter Spies, Raden Saleh, Pitamaha.
Setelah itu acara dilanjutkan di Dusun Teges Kanginan, Desa Peliatan, Ubud, berupa pesta rakyat “Gunung Jati Art and Culinary Festival” yang akan diselenggarakan selama dua hari.akan menampilkan pentas tari, Gong Semara Pegulingan Gunung Jati dan Gong Mandara Jati, gelaran lukisan kamasan, anglung anak-anak, pementasan tari kecak, musik akustik Nano Biru, dan hiburan rakyat pementasan seni Clokontong Mas;.
Selain itu, akan ada stand-stand seni dan kuliner. Dari pihak Jerman juga akan membuka stand makanan dan minuman.
Acara tanggal 19 November 2022 ada napak tilas perjalanan Walter Spies di sekitar Ubud, pameran dan pesta rakyat di Dusun Teges Kanginan.
Acara ini diselenggarakan oleh Deutsch-Indonesische Gesellschaft (Lembaga Persahabatan Jerman-Indonesia) dan Yayasan Cahaya Perempuan dan Budaya Indonesia, dalam rangka turut berpartisipasi dalam “Peringatan 70 tahun Hubungan Diplomatik antara Jerman- Indonesia pada tahun 2022”. Sekaligus merupakan acara Peringatan 72 Tahun Hubungan Persahabatan Jerman – Indonesia.
Pada tahun 1923, Walter Spies datang ke Jawa dan menetap pertama kali di Yogyakarta. Dia dipekerjakan oleh Sultan Yogya sebagai pianis istana dan diminta membantu kegiatan seni keraton. Dialah yang pertama kali memperkenalkan notasi angka bagi gamelan di keraton Yogyakarta. Notasi ini kemudian dikembangkan di kraton-kraton lain dan digunakan hingga sekarang.
Setelah kontraknya selesai, ia lalu pindah ke Ubud, Bali, pada tahun 1927. Di sinilah ia menemukan tempat impiannya dan menetap hingga menjelang kematiannya.
Pada tahun 1923, Walter Spies datang ke Jawa dan menetap pertama kali di Yogyakarta. Dia dipekerjakan oleh Sultan Yogya sebagai pianis istana dan diminta membantu kegiatan seni keraton. Dia ah yang pertama kali memperkenalkan notasi angka bagi gamelan di keraton Yogyakarta. Notasi ini kemudian dikembangkan di kraton-kraton lain dan digunakan hingga sekarang.
Setelah kontraknya selesai, ia lalu pindah ke Ubud, Bali, pada tahun 1927. Di sinilah ia menemukan tempat impiannya dan menetap hingga menjelang kematiannya.