Badung (ANTARA) -
"Apalagi perasaan itu muncul terhadap negara, terhadap institusi negara. Karena itu, kami merekomendasikan pendampingan terhadap korban terutama anak-anak yang masih kecil supaya mereka lebih mengerti apa yang menjadi masalah, apa yang terjadi, tragedi-tragedinya dan bisa menerima kenyataan dan tidak menyalahkan negara atas peristiwa itu," kata dia.
Baca juga: Kapolri: tersangka tragedi Kanjuruhan bisa bertambah
Dari laporan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nahar, jumlah korban anak yang meninggal dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sebanyak 35 jiwa, serta banyak anak mengalami trauma.
Yenny mengapresiasi langkah polisi untuk meminta maaf. Hal itu, sebagai suatu langkah yang baik di mana ada kerendahan hati untuk mengakui kesalahan.
Tentunya, kata dia, yang diharapkan publik bukan cuma permintaan maaf sebagai gestur simbolik, tetapi juga pembenahan sistemik bahwa standar operasional prosedur ke depan dalam menangani kejuaraan sepak bola yang notabene memiliki potensi untuk rusuh.
Baca juga: "Aremania Menggugat" kawal proses hukum tragedi stadion Kanjuruhan
Sebab, katanya, kalau tidak dilaksanakan, maka Indonesia akan punya masyarakat yang penuh trauma dan itu berbahaya bagi kelangsungan berbangsa dan bernegara.
"Itu adalah faktor terkuat seseorang mudah sekali untuk diradikalisasi," katanya.
Salah satu cara untuk mengatasi itu, katanya, dengan pendekatan secara emosional, memberikan pendampingan untuk memastikan dia tidak dendam agar merasa nyaman dalam hidup.