Denpasar (ANTARA) - Kepala Detasemen Khusus 88 Anti-Teror Polri Inspektur Jenderal Polisi Marthinus Hukom menyatakan Indonesia memiliki tekad dan semangat yang kuat untuk bisa bergandengan tangan menciptakan perdamaian tanpa kekerasan serta menjaga keamanan bagi setiap orang.
"Untuk menciptakan keadaan damai tanpa kekerasan diperlukan kerja sama lintas sektor, baik pemerintah, aparat keamanan, tokoh masyarakat maupun tokoh agama, dan dukungan kerja sama masyarakat umum karena tanpa itu semua cita-cita bersama mewujudkan perdamaian itu sulit tercapai," kata Marthinus saat menghadiri acara "Harmony in Diversity" di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Sebagai salah satu wujud tekad Densus 88 dan Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga perdamaian dan keamanan, hari ini seluruh elemen masyarakat dari berbagai profesi diajak untuk merenung dan memaknai momentum peringatan Bom Bali 1 yang terjadi pada 12 Oktober 2002.
Peristiwa Bom Bali 1 yang terjadi tepat 20 tahun lalu sekitar pukul 23.05 Wita pada dua tempat, yakni Sari Club dan Paddy’s Pub, menewaskan sebanyak 202 orang dan melukai 209 orang dari 22 negara. Sepuluh menit setelah itu, sebuah bom meledak di Kantor Konsulat Amerika Serikat.
Marthinus mengatakan untuk memaknai 20 tahun peristiwa Bom Bali 1, ada tiga kegiatan yang dilakukan, yakni pelepasan tukik, penyu dan merpati, sharing pengalaman dari para pelaku sejarah baik keluarga korban, tim investigator maupun aparat keamanan, serta doa bersama di Monumen Bom Bali 1 atau Ground Zero, Kuta, Badung, Bali.
"Melalui pelepasan tukik, penyu dan pelepasan burung merpati, saya memaknainya ada tiga nilai penting dari kegiatan ini, yakni pertama adalah kita sedang merawat kehidupan, tukik dan burung merpati melambangkan kehidupan," katanya dalam pesan perdamaian di hadapan undangan yang hadir di Pantai Merustika, Badung, Bali.
Makna kedua dari kegiatan melepas hewan tersebut, kata Marthinus, adalah merawat nilai kebebasan dan ketiga adalah merawat nilai keseimbangan karena setiap manusia memiliki hak untuk hidup.
"Siapa pun, tidak ada manusia lain mempunyai hak untuk mengambil kehidupan orang lain. Berbicara tentang kehidupan, kita juga berbicara tentang martabat manusia," kata Marthinus.
Menurut ia, terkadang terorisme merupakan akibat dari orang ingin mencari pengakuan tentang martabat, tetapi melupakan hal lain yang beririsan dengan martabat itu bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama untuk dihargai oleh orang lain.
"Ketika kita merasa bahwa martabat kita lebih tinggi (dari orang lain) maka di situlah terjadi superioritas dan kita akan menzolimi orang lain," tambah Marthinus.
Oleh karena itu, ia menyatakan nilai kedua yang tidak jauh dari penghargaan terhadap martabat manusia adalah nilai kebebasan.
"Kita harus bebas mengekspresikan semua nilai-nilai yang kita yakini selama nilai-nilai itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang ada. Kebebasan itu juga dibatasi oleh kebebasan orang lain sehingga ketika kita bicara tentang kebebasan, maka kebebasan kita akan berhenti persis di ujung kebebasan orang lain. Itulah nilai dimana kita harus hidup menghargai kebebasan," kata dia.
Nilai ketiga dari upacara pelepasan tukik dan penyu di Pantai Merusaka adalah melambangkan keseimbangan karena melepaskan tukik dan burung merpati adalah simbol menjaga keseimbangan antara makhluk hidup dan lingkungan.
Kadensus menambahkan tiga nilai itu berhubungan dengan kegiatan peringatan 20 tahun Bom Bali 1 karena dalam tragedi kemanusiaan tersebut ada yang merampas hidup orang lain atas pengakuan martabat diri sendiri.
"Itulah yang harus kita hindari selama ini sehingga dengan menghargai kehidupan, menghargai martabat, menghargai keseimbangan, yakinlah bahwa kita akan hidup berdampingan dengan damai dan aman," katanya.