Jakarta (Antara Bali) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian Pasal 6 Huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK beserta penjelasannya yang diajukan oleh mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Eddie Widiono Suwondho.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Mahfud Md saat membacakan putusan di Jakarta, Selasa.
Dalam pertimbangannya yang dibacakan Hakim Konstitusi Anwar Usman, majelis menyatakan bahwa KPK dapat bekoordinasi dengan lembaga apa pun, bukan hanya dengan BPKP maupun BPK untuk terbukanya fakta materiil dalam perhitungan keuangan negara guna membuktikan sebuah perkara.
"KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK," kata Anwar.
Anwar mengatakan, apabila pasal ini dibatalkan, justru bertentangan dengan tujuan pembentukan KPK. "Hal itu hanya akan memperlemah pelaksanaan fungsi dan kewenangan KPK," pungkas Anwar.
Seperti diketahui, Eddie Widiono Suwondho menguji Pasal 6 Huruf a UU KPK terkait penetapan dirinya sebagai terpidana korupsi di PLN.
Eddie mempersoalkan kewenangan BPKP menghitung kerugian negara yang menetapkan dirinya sebagai tersangka dan dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek kerja sama outsourcing Roll Out Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Disjaya dan Tangerang tahun 2004--2006 berdasarkan laporan BPKP.
Dia menilai penetapan sebagai tersangka tanpa adanya kepastian hukum yang adil atas dasar hasil pemeriksaan BPKP sebagai lembaga yang secara konstitusional tidak berwenang melakukan perhitungan kerugian negara.(*/T007)