Singaraja (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali mengingatkan para aparatur sipil negara dan kepala desa beserta perangkat-nya di Kabupaten Buleleng agar tidak terlibat politik praktis dalam tahapan menuju Pemilu 2024.
"Sudah sangat jelas ketentuannya dalam Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2004 Tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Pengurus Partai Politik, yang tercantum dalam pasal 2 Ayat 1," kata anggota Bawaslu Bali Ketut Rudia di Singaraja, Buleleng, Kamis.
Rudia menyampaikan hal tersebut dalam Sosialisasi dan Implementasi Peraturan Bawaslu dan Produk Hukum Non Peraturan Bawaslu yang digelar oleh Bawaslu Kabupaten Buleleng.
Peserta sosialisasi terdiri dari unsur perwakilan Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Buleleng, Kodim 1609 Buleleng, Polres Buleleng Polri, Perumda Buleleng, KPU Buleleng, Majelis Desa Adat serta perwakilan organisasi kepemudaan di Kabupaten Buleleng.
Ia menambahkan, begitu pula dengan TNI dan Polri juga sudah diatur dalam undang-undang, dan kepada desa juga telah diatur dalam Undang-undang No 6 Tahun 2016 tentang Desa.
Baca juga: Bawaslu Bali ingatkan ASN Bangli agar tak jadi anggota/pengurus parpol
"Dalam UU Desa, pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Jadi, melalui kesempatan ini ingin kami ingatkan agar tidak terlibat politik praktis," ujar mantan Ketua Bawaslu Bali tersebut.
Lebih lanjut, Kordinator Hukum, Humas dan Datin Bawaslu Bali ini mengatakan saat ini sedang berlangsung tahapan Verifikasi Administrasi Partai Politik.
Sesuai dengan PKPU Nomor 4 Tahun 2022, tahapan ini dilakukan untuk membuktikan tidak terdapat anggota parpol yang berstatus sebagai anggota TNI, Polri, ASN, penyelenggara pemilu, kepala desa, atau jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Jabatan lainnya yang dimaksud adalah jabatan yang memang secara jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan melarang seseorang dengan jabatan tertentu ikut menjadi anggota partai politik seperti Badan Permusyawaratan Desa, Tenaga Pendamping Profesional Desa, Dewas/Komisaris/Direksi BUMD, sampai prajuru (pengurus) desa adat
"Jabatan lainnya dilarang menjadi anggota partai politik dikarenakan apabila jabatan-jabatan seperti kepala desa atau anggota direksi tidak dilarang menjadi anggota parpol, dikhawatirkan akan adanya ketidaknetralan dalam melayani masyarakat, sehingga berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik yang tidak sesuai dengan standar pelayanan publik," ujarnya.
Baca juga: Bawaslu Bali terima 108 aduan warga namanya dicatut oleh parpol
Senada dengan Rudia, Akademisi dari Universitas Panji Sakti yang juga hadir sebagai narasumber I Nyoman Gede Remaja mengungkapkan dilarang-nya keterlibatan PNS ataupun PPPK dalam politik praktis dipertegas dalam Undang-undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Khususnya dalam pasal 87 ayat 4 huruf (c), PNS diberhentikan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan pasal 105 ayat 3 huruf (c) Pemutusan hubungan perjanjian PPPK dilakukan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
"ASN ini kan harus netral, karena fungsinya untuk memberikan pelayanan dan juga sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Jadi jelas dilarang berpolitik praktis" ujar Remaja yang juga Dekan Fakultas Hukum Panji Sakti itu.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Buleleng Putu Sugi Ardana menyampaikan digelar-nya sosialisasi dengan pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan koordinasi sebagai bentuk pencegahan agar pihak-pihak yang dilarang oleh ketentuan tidak terlibat politik praktis.
"Kita tentu berharap bahwa tidak ada ASN, kepala desa atau pihak-pihak yang dilarang oleh undang-undang terlibat dalam politik praktis. Kami ingin mencegah dari awal, salah satunya melalui kegiatan sosialisasi ini," ujar Sugi Ardana.