Kepala Dusun Bumi Asri Dewa Ayu Sri Wirayanti membenarkan terduga teroris berinisial FSI yang ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di Desa Sumber Mujur, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (6/9), tercatat sebagai warga yang bertempat tinggal di Jalan Satelit nomor 40, Kota Denpasar, Bali.
Dewa Sri Wiryanti saat ditemui di kediamannya Kota Denpasar, Bali, Jumat, memastikan FSI dan juga keluarganya merupakan satu dari 231 kepala keluarga yang sudah lama menetap di Dusun Bumi Asri, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.
"Kalau yang bersangkutan lahir dan besar di sini iya karena sudah tinggal di Jalan Satelit (nomor) 40. Tercatat sah sebagai warga di sini. Tapi, kalo ditanya soal kartu keluarga, saya juga tidak menyimpan karena sekarang sudah online," katanya.
Terduga teroris FSI yang ditangkap oleh Tim Densus 88 Antiteror di Lumajang, Selasa (6/9), baru menempati rumah di Desa Sumbermujur sekitar empat bulan dan selama itu juga jarang berkomunikasi dengan warga sekitar.
FSI dikenal sebagai seorang relawan yang membantu warga terdampak erupsi Gunung Semeru yang berada di Desa Sumbermujur, Kecamatan Senduro, Lumajang.
Baca juga: Densus 88 Antiteror tahan 17 terduga teroris di tiga provinsi
Lebih lanjut, Sri mengaku dihubungi oleh pihak kepolisian pada Selasa (6/9) untuk melakukan penggeledahan tempat tinggal terduga teroris FSI di Jalan Satelit yang merupakan wilayah tugas administratifnya sebagai dusun.
"Saya dihubungi oleh pihak kepolisian perihal akan adanya penggeledahan di rumah warga saya di Jalan Satelit nomor 40. Saya selaku kepala dusun ya mendampingi saja, tidak lebih dari itu," katanya.
Pada saat penggeledahan berlangsung selama sekitar tiga jam, petugas mengamankan beberapa buku, anak panah dan busur dari dalam kamar terduga teroris FSI.
Sri Wiryanti mengenal keluarga FSI hanya sebatas perkenalan dengan ibunya karena banyak terlibat dalam kegiatan bersama di lingkungan tempat mereka tinggal. Sedangkan FSI tidak terlalu dikenalnya, apalagi adanya dugaan kegiatan yang mengarah pada tindakan terorisme.
"Itu kan privasi banget ya. Saya sih secara awam tidak melihat itu. Kalau penampilan, kita nggak boleh suudzon (berprasangka buruk), memberi stigma. Itu tidak boleh," katanya.
Setelah penangkapan FSI, Sri Wiryanti belum mendapatkan perintah dari atasan untuk mendata semua warga yang tinggal di daerahnya, tetapi ada imbauan untuk tetap tenang dan berhati-hati.
Baca juga: Polda Bali perketat pintu masuk setelah penangkapan teroris di Jatim
Ditemui terpisah, Kepala Mushala Al-Ikhlas di Gang Satelit, Denpasar Barat, Iswanto mengaku tidak terlalu mengenal sosok FSI karena yang bersangkutan tidak aktif dalam kegiatan pengajian bersama di lingkungan tempat tinggalnya.
"Kalau keseharian dia kerja di PT apa gitu, dia kerjaannya pasang-pasang pipa gitu. Apakah bernaung di bawah PT tertentu atau perorangan kurang tahu. Yang jelas kerjanya kayak gitu," kata Iswanto.
Ia mengatakan FSI mengikuti proyek di beberapa tempat yang terkena bencana, seperti di NTB dan Lumajang. Namun, mengenai aktivitas pribadinya, Siswanto mengaku tidak mengetahui secara pasti meski tinggal satu komplek.
"Kalau keahlian, kalau dikerjakan di sini kurang tahu. Masnya (FSI) jarang-jarang bergaul. Jarang-jarang ketemu gitu kan. Orangnya jarang bergaul dengan warga, mungkin karena kerja juga ya," katanya.
Iswanto yang sudah tujuh tahun bermukim di Jalan Satelit mengaku mengenal baik orang tua FSI karena sering bertemu dan bersama-sama dalam kegiatan pengajian.
Ia mengaku mengetahui ada penggeledahan di tempat tinggal terduga teroris FSI dari media massa.
"Kalau pas penggeledahan itu saya tidak di sini karena memang saya kebetulan kerja di perusahaan sumur bor. Apalagi waktu masih jam kerja, jadi nggak tahu ada petugas yang datang," katanya.
Dewa Sri Wiryanti saat ditemui di kediamannya Kota Denpasar, Bali, Jumat, memastikan FSI dan juga keluarganya merupakan satu dari 231 kepala keluarga yang sudah lama menetap di Dusun Bumi Asri, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.
"Kalau yang bersangkutan lahir dan besar di sini iya karena sudah tinggal di Jalan Satelit (nomor) 40. Tercatat sah sebagai warga di sini. Tapi, kalo ditanya soal kartu keluarga, saya juga tidak menyimpan karena sekarang sudah online," katanya.
Terduga teroris FSI yang ditangkap oleh Tim Densus 88 Antiteror di Lumajang, Selasa (6/9), baru menempati rumah di Desa Sumbermujur sekitar empat bulan dan selama itu juga jarang berkomunikasi dengan warga sekitar.
FSI dikenal sebagai seorang relawan yang membantu warga terdampak erupsi Gunung Semeru yang berada di Desa Sumbermujur, Kecamatan Senduro, Lumajang.
Baca juga: Densus 88 Antiteror tahan 17 terduga teroris di tiga provinsi
Lebih lanjut, Sri mengaku dihubungi oleh pihak kepolisian pada Selasa (6/9) untuk melakukan penggeledahan tempat tinggal terduga teroris FSI di Jalan Satelit yang merupakan wilayah tugas administratifnya sebagai dusun.
"Saya dihubungi oleh pihak kepolisian perihal akan adanya penggeledahan di rumah warga saya di Jalan Satelit nomor 40. Saya selaku kepala dusun ya mendampingi saja, tidak lebih dari itu," katanya.
Pada saat penggeledahan berlangsung selama sekitar tiga jam, petugas mengamankan beberapa buku, anak panah dan busur dari dalam kamar terduga teroris FSI.
Sri Wiryanti mengenal keluarga FSI hanya sebatas perkenalan dengan ibunya karena banyak terlibat dalam kegiatan bersama di lingkungan tempat mereka tinggal. Sedangkan FSI tidak terlalu dikenalnya, apalagi adanya dugaan kegiatan yang mengarah pada tindakan terorisme.
"Itu kan privasi banget ya. Saya sih secara awam tidak melihat itu. Kalau penampilan, kita nggak boleh suudzon (berprasangka buruk), memberi stigma. Itu tidak boleh," katanya.
Setelah penangkapan FSI, Sri Wiryanti belum mendapatkan perintah dari atasan untuk mendata semua warga yang tinggal di daerahnya, tetapi ada imbauan untuk tetap tenang dan berhati-hati.
Baca juga: Polda Bali perketat pintu masuk setelah penangkapan teroris di Jatim
Ditemui terpisah, Kepala Mushala Al-Ikhlas di Gang Satelit, Denpasar Barat, Iswanto mengaku tidak terlalu mengenal sosok FSI karena yang bersangkutan tidak aktif dalam kegiatan pengajian bersama di lingkungan tempat tinggalnya.
"Kalau keseharian dia kerja di PT apa gitu, dia kerjaannya pasang-pasang pipa gitu. Apakah bernaung di bawah PT tertentu atau perorangan kurang tahu. Yang jelas kerjanya kayak gitu," kata Iswanto.
Ia mengatakan FSI mengikuti proyek di beberapa tempat yang terkena bencana, seperti di NTB dan Lumajang. Namun, mengenai aktivitas pribadinya, Siswanto mengaku tidak mengetahui secara pasti meski tinggal satu komplek.
"Kalau keahlian, kalau dikerjakan di sini kurang tahu. Masnya (FSI) jarang-jarang bergaul. Jarang-jarang ketemu gitu kan. Orangnya jarang bergaul dengan warga, mungkin karena kerja juga ya," katanya.
Iswanto yang sudah tujuh tahun bermukim di Jalan Satelit mengaku mengenal baik orang tua FSI karena sering bertemu dan bersama-sama dalam kegiatan pengajian.
Ia mengaku mengetahui ada penggeledahan di tempat tinggal terduga teroris FSI dari media massa.
"Kalau pas penggeledahan itu saya tidak di sini karena memang saya kebetulan kerja di perusahaan sumur bor. Apalagi waktu masih jam kerja, jadi nggak tahu ada petugas yang datang," katanya.
Baca juga: Densus 88 Antiteror tahan 11 terduga teroris di NTB dan Lampung
video oleh Pande Yudha