Komunitas Nelayan dan Kelompok Sungai Bahari Intaran, Pesisir Sanur, Kota Denpasar, Provinsi Bali, dan sejumlah organisasi pemerhati lingkungan di Bali mendesak perlunya regulasi tentang terumbu karang untuk Bali, agar kawasan pesisir seperti pesisir Pantai Sanur dapat menjaga, merawat, dan melindungi Terumbu Karang yang ada dari kerusakan akibat berbagai proyek pembangunan yang kurang memperhatikan lingkungan.
"Kami keberatan dengan adanya lokasi proyek LNG yang dekat dengan perairan daerah tujuan wisata bahari, karena lingkungan dan pariwisata bisa menjadi rusak," kata Kelihan Banjar Gulingan Intaran Sanur sekaligus Pembina dari Kelompok Sungai Bahari A. A Arya Teja dalam keterangan tertulis yang diterima di Denpasar, Senin.
Menjelang penanaman Terumbu Karang di Pantai Mercure, Sanur, Denpasar (3/7/2022), KelihanArya Teja menilai upaya pemerintah untuk membangun proyek gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di kawasan pesisir Sanur akan dapat merusak ekosistem di perairan yang menjadi tujuan wisata bahari.
Ia menilai sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Provinsi dan PT Dewata Energi Bersih tidak akan menemukan titik terang selama pembangunan proyek itu berlokasi di pesisir pantai Sanur. "Selama mereka (Pemerintah Provinsi dan PT Dewata Energi Bersih, red.) menetapkan lokasi terminal LNG di kawasan Hutan mangrove dan bangun jetty kapal Cargo LNG di dekat perairan Terumbu Karang, kami rasa percuma diskusi," kata Arya Teja.
Kelihan Arya Teja mengatakan Bali sebetulnya butuh regulasi yang pasti terkait penanaman, serta perawatan Terumbu Karang agar terlindung dari aktivitas-aktivitas yang merusak. "Ancaman terbesar Terumbu Karang ada pada aktivitas yang menyebabkan debu di laut atau kekeruhan air. Salah satu kekeruhan air tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas pengerukan (dredging)," kata Arya Teja.
Jadi, kata Arya Teja apabila ingin melestarikan Terumbu Karang dan kestabilan ekosistem laut, mestinya pemerintah memberikan perlindungan terhadap pelestarian Terumbu Karang, serta tidak ada proyek yang melakukan pengerukan alur laut untuk terminal LNG di Kawasan Mangrove.
Sementara itu, Ketua Nelayan Pica Segara sekaligus anggota komunitas Sungai Bahari Sanur Nyoman Dana Atmaja mengatakan dirinya bersama dengan beberapa nelayan menanam Terumbu Karang pada media yang sebelumnya telah disiapkan di tengah laut.
Nyoman Dana menjelaskan ada tiga jenis bibit Terumbu Karang yang ditanam yakni Terumbu Karang Jahe, Terumbu Karang Polip dan Terumbu Karang jenis Tanduk. Aktivitas dari Komunitas Sungai Bahari dan Nelayan Pica Segara itu sudah dimulai sejak lima tahun lalu.
"Kami menanam Terumbu Karang ini sudah sejak 2017 silam hingga sekarang, dan hari ini kami kembali melanjutkan penanaman bibit pada media tanam yang sebelumnya kami siapkan sebanyak empat buah dengan keliling empat meter," kata Nyoman Dana Atmaja.
Menurut Riset yang dipaparkan KEKAL Bali, Frontier Bali dan WALHI Bali, pengerukan untuk alur laut terminal LNG di kawasan Mangrove akan dilakukan dengan volume 3.300.000 meter kubik, yang mana pengerukan tersebut mengenai area Peta Indikatif Terumbu Karang seluas 5 hektar.
Kegiatan penanaman Terumbu Karang di kawasan pantai Mercure, Minggu juga dihadiri oleh organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali.