Jakarta (ANTARA) - Manajer Liverpool Juergen Klopp bersikeras bahwa siapapun pemenang dalam pertandingan antara timnya melawan Manchester City di Etihad akhir pekan nanti tidak serta merta akan menjadi juara Liga Premier Inggris musim ini.
Pendapat Klopp memang valid, tapi banyak pandit beranggapan bahwa pertandingan itu bakal menentukan siapa yang bakal lebih berpeluang bercokol di puncak klasemen pada malam hari 22 Mei nanti ketika Liga Premier Inggris 2021/22 sepenuhnya rampung digelar.
Pertaruhan peluang itu jelas bukan urusan sepele, mengingat itu juga berkenaan dengan "misi mustahil" Liverpool menjadi tim Inggris pertama dalam sejarah yang bisa menghiasi musimnya dengan torehan caturgelar.
Ibarat sebuah pertunjukan drama, epos caturgelar adalah sebuah naskah empat babak yang berlangsung nyaris bersamaan di atas satu panggung dan para pendukung Liverpool yang berada di antara kerumunan penonton telah bertepuk tangan paling lantang saat aktor kegemaran mereka mendapat porsi sebagai pemeran utama di babak pertama dengan mengangkat trofi Piala Liga Inggris.
Antusiasme berbalut optimisme juga jelas mendiami para suporter Liverpool di babak Liga Champions, di mana The Reds sementara mengungguli Benfica 3-1 berkat kemenangan di leg pertama perempat final.
Tentunya atmosfer serupa juga dirasakan para suporter City setelah menyaksikan tim kesayangannya menangguk kemenangan 1-0 atas Atletico Madrid di panggung serupa.
Kemenangan kedua tim jelas menjadikan pertarungan Manchester City vs Liverpool di Stadion Etihad pada Minggu (10/4) besok menjadi sebuah sajian yang menjanjikan.
"Bila Anda menang melawan City, sesuatu yang sudah cukup sulit, saya pikir tak seorang pun akan berpikir, 'OK, segalanya sudah ditentukan' karena kualitas lawan kami. Kami akan menghadapi tim terbaik di dunia, itu kenyataannya dan kami akan tetap berusaha," kata Klopp selepas menghadapi Benfica.
"Ya, semua orang memahami makna pertandingan besok, tetapi sesudah itu masih ada pertandingan lain di kompetisi berbeda dan juga di Liga Premier sendiri, jadi jika tidak bisa menjadi yang terdepan Anda ingin di posisi kedua. Jika tertinggal, Anda ingin mendekat. Jika sudah dekat, Anda ingin menyalip. Itulah situasinya dan, sebagaimana saya katakan, kami akan mencobanya dengan sungguh-sungguh," ujarnya lagi.
Bahwa Klopp berusaha menghindari sikap membesar-besarkan makna pertandingan itu tidak cukup untuk mengingkari bahwa hasil di Etihad nanti bisa menentukan alur perjalanan musim kedua tim.
Begitu dekat, teramat jauh
"Komentar saya adalah tak satu tim pun pernah melakukannya, bagaimana kami bisa?" kata Pep Guardiola pada 6 April 2019 setelah Manchester City saat itu mengunci tiket final Piala FA berkat kemenangan 1-0 atas Brighton & Hove Albion.
Tiga hari kemudian City takluk 0-1 dari Tottenham Hotspur di leg pertama semifinal Liga Champions, disusul nasib dramatis hasil leg kedua yang ditutup dengan keputusan VAR menganulir gol Raheem Sterling memaksa The Citizens cuma menang 4-3 dan tersingkir karena inferioritas gol tandang dalam agregat 4-4.
Pada 17 April 2019, ucapan Guardiola tak ubahnya menjadi pembawa kesialan bagi City yang harus menerima kenyataan bahwa percobaan pertama mereka meraih caturgelar berakhir sudah. Tentu saja musim 2018/19 tak berakhir buruk-buruk amat, sebab City tetap berhasil jadi tim pertama yang menyapu bersih trigelar kompetisi domestik di Inggris.
Dua tahun berselang, tepat di tanggal yang sama, City sekali lagi mendapati percobaan berikutnya mewujudkan caturgelar kembali gagal. Mereka kalah 0-1 dari Chelsea dan terhenti di semifinal Piala FA.
Dalam dua kesempatan, City mengalami kegagalan meraih caturgelar seperti kebanyakan tim-tim yang pernah mengalami peluang serupa. Guardiola gagal, sebagaimana pendahulunya Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho.
Ferguson bersama Manchester United nyaris melakukannya pada 2008/09 sebelum terhenti di semifinal Piala FA pada 19 April 2009 usai dikalahkan lewat adu penalti oleh Everton-nya David Moyes. Boleh jadi momen itu mendorong Ferguson memilih Moyes sebagai "The Chosen One" untuk meneruskan tahtanya di Old Trafford, sesuatu yang bisa menjadi cerita tersendiri di lain hari.
Sedangkan Mourinho, dalam musim penuh terakhirnya menukangi Chelsea pada 2006/07, dipastikan gagal mewujudkan caturgelar karena kalah adu penalti melawan Liverpool di leg kedua semifinal Liga Champions pada 1 Mei 2007.
Kegagalan itu menimbulkan efek domino lantaran Chelsea juga kemudian nirmenang di tiga pertandingan sisa Liga Inggris sehingga gagal juara, lantas selang lima bulan kemudian Mourinho dipecat karena awal musim yang kurang meyakinkan.
Kini Klopp bersama Liverpool-nya menjadi tokoh utama dalam kisah perburuan cawan suci caturgelar setelah menjuarai Piala Liga, berada di posisi kedua klasemen Liga Inggris terpaut hanya satu poin dari City, unggul 3-1 atas Benfica di leg pertama semifinal Liga Champions, dan kembali bertemu City di semifinal Piala FA nanti.
Bahkan Klopp adalah pelatih Liverpool yang paling jauh dalam mempertahankan peluang caturgelar sepanjang sejarah, setelah catatan terlama terdahulu adalah 20 Februari 1983 sebelum kalah di putaran kelima Piala FA.
"Tidak, jelas tidak dan tidak pernah ada kesan itu," kata Klopp dalam wawancara khusus BT Sport yang tayang pada 4 April 2022 saat ditanya mantan penyerang Liverpool Peter Crouch mengenai peluang caturgelar timnya.
"Saya pikir tak satu tim pun pernah meraih caturgelar. Setidaknya di Inggris, dan saya tidak tahu apakah itu pernah terjadi di negara-negara lain. Anda tidak bisa merencanakannya. Jadwal pertandingan merumitkan segalanya. Jika timmu tidak unggul 20 poin di liga ... pembicaraan itu tidak lagi relevan, dan kami, kami harus mengerahkan segalanya di setiap pertandingan, dan itu membuat ini sangat tidak mungkin," ujarnya menambahkan.
Klopp agak luput bahwa prestasi caturgelar pernah terjadi di daratan Britania Raya saat Jock Stein mengantarkan Celtic menjuarai Liga Skotlandia, Piala Liga Skotlandia, Piala Skotlandia sebelum melengkapinya dengan menjadi tim Britania pertama yang menjuarai Piala Champions lewat kemenangan atas Inter Milan.
Dengan segala perkembangan yang menyertai kompetisi sepak bola baik itu level persaingan di Inggris dan ranjau-ranjau kejutan serta mentalitas Eropa, tentu tidak mudah mewujudkan lagi caturgelar, termasuk juga bagi Klopp dan Liverpool.
Dan bukan tidak mungkin, di Inggris, epos caturgelar selamanya akan menjadi kisah drama empat babak tentang cawan suci yang begitu dekat tetapi teramat jauh.