Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menceritakan soal penolakan Indonesia untuk mengikat perjanjian yang hanya membolehkan Indonesia mengekspor bahan mentah di G20.
"Kemarin kita, di G20 ada 16 negara sudah kumpul untuk tanda tangan mengenai 'global supply chain'. Saya pikir apa bagusnya kita ikut? Begitu baca, waduh ini kita disuruh ekspor bahan mentah lagi. Begitu mau masuk ke ruangan, tidak, tidak, tidak kita gak ikut," kata Presiden Jokowi di Jakarta, Rabu.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam acara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-7 PSI tahun 2021 yang juga dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Agraria dan Tata Ruang Indonesia/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Surya Tjandra yang juga kader PSI, Ketua Umum PSI Giring Ganesha dan Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie serta para pengurus PSI lainnya.
"Semua bubar tidak jadi, hanya gara-gara kita tidak mau tanda tangan semua jadi buyar lagi karena saya tahu juga sebenarnya yang diincar hanya kita saja," ungkap Presiden.
Baca juga: Menhub: G20 di Bali gunakan mobil listrik buatan lokal
Menurut Presiden Jokowi, keberanian-keberanian seperti itu diperlukan untuk masa depan Indonesia.
"Takut nanti kita 'dibanned' di sini, di sini. Negara kita ini akan melompat dan kita akan melakukan sebuah lompatan kalau kita berani melakukan yang namanya industrialisasi, hilirisasi sumber daya alam kita," tambah Presiden.
Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa ia sudah memutuskan untuk menghentikan ekspor bahan mentah dari Indonesia.
"Nikel sudah stop, tahun depan saya incar bauksit, bauksit stop, lalu tembaga stop, tembaga sudah timah stop. Semua nilai tambah ada di dalam negeri, semua yang namanya nilai tambah harga dan lapangan kerja ada semuanya di dalam negeri. Tapi musuhnya memang negara-maju maju yang biasa barang itu kita kirim ke sana," tambah Presiden.
Meski begitu, Presiden Jokowi mengakui ada risiko saat pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor bahan mentah.
Baca juga: ITB STIKOM Bali akan presentasikan ekonomi digital di Forum G20
"Di WTO kalah, kalah ya tidak apa-apa, tapi kalau tidak berani mencoba, kapan kita akan lakukan hilirisasi? Kapan kita stop kirim 'raw material'? Sampai kapan pun kita hanya jadi negara pengekspor barang mentah," ungkap Presiden.
Padahal bila Indonesia mengekspor barang jadi atau setengah jadi maka keuntungan yang didapat, menurut Presiden Jokowi, dapat melonjak hingga 10 kali lipat.
"Nikel saja itu berapa turunannya, digabung plus tembaga bisa jadi 'lithium battery', 'lithium ion', baterai mobil listrik, 'sodium ion', banyak sekali turunan yang bisa kita ambil dari sana. Saya meyakini hanya urusan nikel saja, sekarang ini yang dulu defisit dengan Tiongkok, saya yakin karena nikel dalam 3 tahun ini ekspor kita melompat kurang lebih hampir Rp280 triliun," jelas Presiden.
Dengan kebijakan hilirisasi, Presiden Jokowi optimis pada 2030 Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dapat naik tiga kali lipat.
"Tolong ini dicatat. Perkiraan kita, 'income' per kapita kita antara 11 ribu sampai 15 ribu dolar AS. Ada yang menghitung 20 ribu sampai 21 ribu dolar AS, ndak ndak ndak. Kalau menghitungnya seperti itu pesimis saja. Kalau nanti bisa melompat ke 20 ribu dolar AS ya alhamdulillahtapi ini memang butuh keberanian (karena) ngamuk semuanya. Nikel kita sudah dibawa ke WTO ya sudah tidak apa-apa kita hadapi," ungkap Presiden.
Presiden Jokowi cerita tentang penolakan Indonesia di G20
Rabu, 22 Desember 2021 21:06 WIB