Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyatakan dunia internasional menginginkan Indonesia menjadi negara yang kuat, bukan hanya di regional tetapi juga di kawasan Indo-Pasifik.
"Indonesia letaknya yang sangat strategis dalam menjaga stabilitas dunia, menuju equilibrium baru," kata Gus Yahya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Gus Yahya saat memberikan kuliah umum secara hybrid di Universitas Pertahanan (Unhan), Bogor, Jawa Barat. Kuliah umum itu diikuti semua civitas akademika, mahasiswa S1, S2, dan S3 serta segenap staf pengajar.
Baca juga: PBNU dan Duta Besar RRT perkuat kerja sama
Saat kuliah umum itu, Gus Yahya berbicara dengan tema "Kontribusi Perjuangan Pahlawan Santri Ditinjau dari Perspektif Sosio-Kultural dan Kontekstualisasi Semangat Persatuan dan Rela Berkorban di Era Digital".
Gus Yahya menegaskan dunia internasional berkepentingan dengan Indonesia yang kuat, stabil, dan jauh dari gejolak.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu menjelaskan dari pendekatan sejarah tatanan dunia saat ini belum bisa disebut stabil apalagi kokoh. Gejolak secara sporadis dengan mudah terjadi di sejumlah negara dengan pemicu yang susah dijelaskan.
Tatanan dunia baru, kata Gus Yahya, dibangun di atas puing-puing kolonialisme dan imperialisme yang selama kurang lebih 1.300 tahun. Lalu diadopsi oleh banyak bangsa di dunia. Jika dibanding era-era penjajahan itu, maka usia tatanan dunia baru ini amatlah belia.
Baca juga: Sekjen PBNU dan Anwar Ibrahim hadiri "halal bi halal virtual" di Kuala Lumpur
Baca juga: Sekjen PBNU dan Anwar Ibrahim hadiri "halal bi halal virtual" di Kuala Lumpur
Gus Yahya menjelaskan ratusan tahun silam, dunia dikuasai oleh imperium-imperium besar. Mereka saling berekspansi untuk menguasai kawasan tertentu. Satu bangsa menjajah bangsa lainnya.
Imperium Romawi, Persia, Byzantium, Ottoman, dan Tsar adalah contoh dari praktik penguasaan satu bangsa atas banyak bangsa lain di dunia. Situasi itu berlangsung berabad-abad lamanya.
Hingga akhirnya, kata dia, sejumlah bangsa mulai muak dengan penjajahan dalam segala bentuknya.
"Mereka mulai berani berteriak, melawan ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Perlawanan itu perlahan tapi pasti muncul di sejumlah negara jajahan. Termasuk bangsa Indonesia," kata kandidat Ketua PBNU itu.