Jakarta (Antara Bali) - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mulai mengembangkan teknik genetika forensik bagi penanganan penegakan hukum kasus-kasus satwa liar dalam rangka melindungi mereka dari kepunahan.
"Untuk membawa kejahatan seperti perdagangan atau kepemilikan satwa liar ke pengadilan diperlukan bukti-bukti saintifik. Maka dibutuhkan teknik genetika forensik," kata Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Dr Herawati Sudoyo di sela Seminar "Capacity Building in Wildlife Conservation and Forensic Genetics" di Jakarta, Kamis.
Dengan forensik DNA, suatu produk dapat diketahui berasal dari bagian tubuh suatu satwa liar seperti cula, gading, kulit dan lainnya, bahkan bisa diketahui asal-usul spesies dan subspesiesnya, ujarnya.
Untuk melakukan analisis tersebut hanya diperlukan marka genetik dari berbagai satwa liar, ujarnya, untuk itu pihaknya tinggal berkolaborasi dengan berbagai lembaga konservasi satwa liar internasional yang telah melakukan riset-riset terkait genetika forensik dan marka satwa-satwa liar seperti dengan Trace Wildlife Forensics Network, Wildlife Conservation Society (WCS) dan lain-lain.
"Untuk mengidentifikasi suatu organisma dari genetika forensik bisa dilihat dari urutan DNA-nya dan bisa dilihat dari variasi panjang DNA. Dari sini bisa diketahui seekor spesies harimau berasal dari keluarga mana," katanya.(IGT/T007)