Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Indrasari Wisnu Wardhana memaparkan tahapan yang harus dilakukan oleh calon bursa aset kripto dalam rangka pembukaan Bursa Aset Kripto di Indonesia.
“Calon bursa aset kripto terlebih dahulu harus mengajukan permohonan sebagai Bursa Berjangka kepada Bapepti,” kata Indrasari kepada Antara di Jakarta, Sabtu.
Apabila telah mendapatkan Izin Usaha Bursa Berjangka dari Bappebti, kemudian mengajukan permohonan kepada Bappebti untuk mendapatkan persetujuan sebagai Bursa Aset Kripto.
Dalam proses pendirian Bursa Berjangka, dokumen persyaratan yang harus disiapkan dan disampaikan oleh Calon Bursa Berjangka kepada Bappebti, antara lain bursa didirikan sekurang-kurangnya oleh 11 badan usaha berbentuk perseroan terbatas; badan usaha dimaksud bergerak di bidang usaha komoditi dan/atau keuangan yang layak diperdagangkan minimal telah berjalan selama tiga tahun.
Baca juga: Indef: Lonjakan harga gila-gilaan buat investor lari ke mata uang kripto
Kemudian, memiliki Modal disetor dan ekuitas minimal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; memiliki tenaga ahli di bidang Perdagangan Berjangka secara profesional; serta memiliki sistem pengawasan yang baik untuk menjalankan fungsi pengawasan kepada seluruh anggota bursa.
Selain itu, memilki rencana kegiatan tiga tahun serta memiliki Peraturan dan Tata Tertib; dan memiliki komisaris, direksi dan pemegang saham yang lulus uji kepatutan dan kelayakan oleh Bappebti.
“Proses yang harus dilalui dalam pembentukan Bursa, diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi,” ujar Indrasari.
Menurut aturan tersebut, Bappebti memeriksa kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan; melakukan penilaian rencana kegiatan 3 (tiga) tahun; melakukan penilaian dan persetujuan rancangan peraturan dan tata tertib; melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terhadap calon komisaris dan direksi; dan melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana fisik, sistem bursa, dan transaksi yang aman dan efisien sesuai standar yang telah ditetapkan Bappebti.
Untuk mendapatkan persetujuan sebagai Bursa Aset Kripto, Calon Bursa yang mengajukan permohonan persetujuan, dengan persyaratan antara lain memiliki modal disetor dan ekuitas minimal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian, memiliki Peraturan Tata Tertib (PTT) Pasar Fisik Aset Kripto; memiliki Komite Pasar Fisik Aset Kripto; memiliki fasilitas perdagangan untuk penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto; memiliki struktur organisasi minimal (IT, Audit, Legal, Pengaduan Nasabah, Client Support Accounting); memiliki sistem pengawasan dan pelaporan; memiliki pegawai bersertfikasi Certified Information Systems Security Professional (CISSP); dan mendapatkan persetujuan dari Kepala Bappebti.
“Dengan tahapan tersebut, diharapkan Bursa Aset Kripto telah dapat berdiri pada akhir tahun 2021 ini,” pungkas Indrasari.
Saat ini, Calon Pedagang Aset yang telah mendapat tanda daftar dari Bappebti sebagai Calon Pedagang Aset Kripto sebanyak 13 pedagang, yaitu PT Indodax Nasional Indonesia (INDODAX), PT Crypto Indonesia Berkat (TOKOCRYPTO), PT Zipmex Exchange Indonesia (ZIPMEX), PT Indonesia Digital Exchange (IDEX), dan PT Pintu Kemana Saja (PINTU)
Kemudian, PT Luno Indonesia LTD (LUNO), PT Cipta Koin Digital (KOINKU), PT Tiga Inti Utama, PT Upbit Exchange Indonesia, PT Bursa Cripto Prima, PT Rekeningku Dotcom Indonesia, PT Triniti Investama Berkat, serta PT Plutonext Digital Asset.
Baca juga: Pejabat IMF : Ada potensi dan risiko dalam mata uang digital
“Apabila kelembagaan Bursa Aset Kripto, Lembaga Kliring dan Pengelola Tempat Penyimpanan telah terbentuk, maka Calon Pedagang Aset Kripto yang telah mendapat tanda daftar tersebut wajib mengajukan permohonan kepada Bappebti untuk mendapatkan persetujuan sebagai Pedagang Aset Kripto,” ujar Indrasari.
Ia menambahkan, Bappebti sebagai regulator dalam menetapkan berbagai kebijakan terkait Perdagangan Aset Kripto terus melakukan koordinasi dengan OJK/BEI dan juga dengan lembaga lain seperti BI, Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenkeu, POLRI, PPATK dan lembaga terkait lainnya.