"Sejak bulan Juni tahun 2020 hingga bulan November tahun 2020 bertempat di BPR Lestari Cabang Benoa, Denpasar yang beralamat di Jalan Ponogoro Pesanggaran Denpasar Selatan, dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik berupa mobile banking BPR Lestari milik Orang lain, yaitu Saksi I Made Darmawa," kata Jaksa Penuntut Umum M. Anugrah Agung Saputra Faizal saat membacakan dakwaannya di PN Denpasar, Bali, Kamis.
Ia menjelaskan posisi terdakwa sejak tanggal 9 April 2018 bekerja di BPR Lestari Cabang Benoa, Denpasar sebagai management training, kemudian sejak tanggal 4 April 2019 ditugaskan sebagai Marketing Kredit BPR Lestari Cabang Benoa, Denpasar.
Selanjutnya, I Made Darmawan merupakan salah satu nasabah PT. BPR Lestari Cabang Benoa, sejak tanggal 08 Desember 2016. Selain itu, korban terdaftar sebagai nasabah simpanan.
Terdakwa memanfaatkan kesempatan saat korban sedang membuka dan menggunakan layanan aplikasi Lestari Mobile. Sehingga total transaksi transfer dari Juni hingga November 2020 adalah sejumlah Rp1.455.150.000.
"Semua uang tersebut digunakan oleh terdakwa untuk mengikuti permainan judi online dan juga untuk biaya kepentingan pribadinya," kata JPU.
Dalam perkara ini terdakwa I Gede Adnya Susila disangkakan dengan tiga pasal yaitu Pasal 30 Ayat (1) Jo Pasal 46 Ayat (1) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Lalu, Pasal 32 Ayat (2) Jo Pasal 48 Ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Awalnya, sekitar 18 Juni 2020, istri I Made Darmawan dihubungi oleh terdakwa dan memberitahu untuk bertemu. Lalu, pada tanggal 19 Juni 2020 sekitar pukul 13.00 Wita terdakwa datang ke warung I Made Darmawan dan memberitahukan ada produk layanan perbankan yang harus diaktifkan, yaitu aplikasi Lestari Mobile.
"Terdakwa menawarkan diri untuk menginstall aplikasi tersebut di HP I Made Darmawan. Lalu terdakwa minta alamat email, untuk masuk ke aplikasi itu," katanya.
Setelah bisa terunduh, terdakwa mengembalikan handphone itu kepada I Made Darmawan dan memberitahukan bahwa aplikasi sudah aktif. Namun, I Made Darmawan tidak mengetahui apakah mobile banking tersebut telah aktif atau belum karena saat itu tidak dicoba untuk melakukan transaksi.
Pada saat yang bersamaan terdakwa juga mengunduh aplikasi Lestari Mobile di terdakwa dan melakukan proses aktivasi di handphone I Made Darmawan dan di handphone terdakwa sendiri secara bersamaan dengan mengisi data nasabah berupa nomor rekening, nomor hp, dan alamat email nasabah.
Setelah melalui semua proses, kemudian terdakwa membuat PIN mobile banking untuk digunakan melakukan transaksi, kemudian terdakwa mengembalikan handphone I Made Darmawan sambil menyampaikan kalau aplikasinya sudah aktif.
"Padahal kenyataanya saat itu mobile banking saksi I Made Darmawan selaku nasabah tidak aktif, melainkan yang aktif adalah mobile banking yang ada di handphone milik terdakwa saja," ucapnya.
Selanjutnya terdakwa menggunakan Lestari Mobile milik I Made Darmawan dan melakukan transaksi transfer dana dari rekening milik I Made Darmawan ke beberapa rekening termasuk rekening terdakwa sendiri, sejak Juni hingga November 2020.
Terdakwa dalam perkara ini didampingi oleh penasehat hukumnya dari Posbakum Denpasar Ni Wayan Pipit Prabhawanty dan persidangan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.