Gianyar, Bali (ANTARA) -
Agung Krishna, salah seorang pekerja hotel berbintang di Ubud, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, antusias mengikuti vaksinasi COVID-19 pada beberapa waktu lalu. Ia ikut vaksinasi itu karena pemerintah telah menetapkan kawasan Ubud, Sanur, dan Nusa Dua akan menjadi "zona hijau" yang dapat menerima kunjungan wisawatan mancanegara dan nusantara.
“Kami para pekerja hotel di Ubud dan sebagian besar pekerja pariwisata di Bali sudah tidak bekerja selama setahun. Nganggur. Ekonomi keluarga berantakan,” kata Agung Krishna.
Bukan hanya Agung Krishna yang kesulitan ekonomi, hampir semua bisnis di Bali terkena dampak parah dari pandemi COVID-19. Pariwisata telah menjadi tulang punggung perekonomian Bali. Sektor pariwisata ini paling terkena dampak buruk dari pandemi.
Ketua PHRI DPD Badung, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya seringkali mengungkapkan kondisi pariwisata Bali sudah parah. "Situasi dan kondisi di Bali sudah sangat parah, sudah berdarah-darah,” tegas Rai Suryawijaya. Bali sebagai destinasi pariwisata kelas dunia, perlu diselamatkan kesehatannya dan juga bisnis pariwisatanya.
Mendengar kebijakan pemerintah untuk "uji coba" membuka Bali bagi wisman di tiga zona hijau membuat para pekerja pariwisata dan masyarakat pulau Dewata merasa hidupnya bergairah kembali. Penerbangan internasional di Bandara Ngurah Rai akan dibuka kembali.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno yang sudah berkali-kali "ngantor" di Bali dan Gubernur Bali I Wayan Koster sudah lama menyampaikan ketiga kawasan wisata yakni Nusa Dua, Sanur, dan Ubud ditetapkan sebagai "zona hijau" untuk "uji coba" menerima wisman.
Hal itu digongkan kembali ketika Presiden Jokowi datang ke Bali untuk meninjau vaksinasi massal di Ubud dan kabupaten Badung. Setelah kunjungan presiden itulah, Menparekraf Sandiaga Uno memperkirakan dibukanya kembali Bali terima wisman sekitar Juni-Juli 2021.
Untuk mempersiapkan itu, Menparekraf meninjau kesiapan Bandara Ngurah Rai. Setelah melalui rapat koordinasi, rencananya ada empat negara yang menjadi pintu masuk wisman ke Bali yakni Uni Emirat Arab dan Qatar, China, Singapura, dan Belanda.
Namun menarik wisman ke Bali tidaklah semudah yang diperkirakan. Ada sejumlah tantangan yang bisa jadi kendala wisman datang ke Bali. Tantangan itu sebagian di luar kemampuan otoritas pemerintah Indonesia.
Pembatasan pergerakan
Pandemi COVID-19 telah melanda dunia. Berdasarkan data Worldometers, 25 Maret 2021, mencatat ada 125.327.779 kasus COVID-19 di dunia. Sebanyak 101.171.020 orang sembuh, dan 2.755.275 orang meninggal dunia. Sejumlah negara besar seperti Amerika, Brasil, India, Rusia dan Perancis, penduduknya banyak terjangkit COVID-19.
Untuk mencegah penyebaran virus Corona dan kematian akibatnya, semua negara melakukan pembatasan pergerakan manusia. Banyak negara memberlakukan “lock down” atau mengunci, menutup sebuah kota atau negara. Akibatnya ekonomi lumpuh, terutama pariwisata.
Hampir semua negara membatasi pergerakan warganya, termasuk bepergian atau wisata keluar negeri demi mencegah penyebaran COVID-19. Contohnya Kanada, tidak melarang warganya pergi keluar negeri, tapi jika warganya pergi keluar negeri, maka saat kembali wajib dites COVID-19 dan diisolasi selama tiga hari di sebuah hotel, dengan dikenakan biaya 2.000 dolar Kanada (sekitar Rp22 juta). Jika tidak terjangkit COVID-19, warganya wajib isolasi selama dua minggu di rumahnya. Kebijakan ini sudah pasti membuat warganya berpikir untuk wisata ke luar negeri.
Contoh lain di Inggris, kasus tim bulutangkis Indonesia untuk All England, terpaksa dikeluarkan dari kejuaraan tersebut hanya karena di dalam pesawat yang mereka tumpangi, Turkey Airlines, ada penumpang yang dinyatakan positif COVID-19. Walaupun para pemain tidak ada yang terpapar virus Corona, namun semuanya harus dikarantina selama dua minggu di hotel. Akibatnya, mereka gagal bertanding memperebutkan piala beregu All England.
Sudah tentu kebijakan seperti ini akan membuat wisman untuk berpikir ulang untuk melakukan wisata ke luar negeri tahun ini, termasuk ke Bali. Para wisman biasanya akan menunda perjalanan ingga pada tahun depan, 2022, menunggu situasi aman, setelah sebagian besar penduduk dunia sudah divaksin. Dan pandemi COVID-19 menurun.
Destinasi non-Zona Hijau
Kebijakan destinasi wisata zona hijau yang hanya meliputi Ubud, Sanur dan Nusa Dua di Provinsi Bali akan membuat wisman berpikir panjang. Mengapa? Wisman mengeluarkan biaya perjalanan yang besar tapi kunjungan wisatanya di Bali hanya terbatas tiga daerah itu.
Banyak destinasi wisata di Bali yang hits di dunia itu berada di non-zona hijau, misalkan Tanah Lot di Tabanan, wisata alam air terjun banyak di daerah kabupaten Gianyar dan Buleleng, pemandangan gunung dan danau ada di Kintamani, Kabupaten Bangli dan danau Beratan Bedugul, berada di Kabupaten Tabanan.
Seorang pemandu wisata Nyoman Sutiayasa menyatakan bingung membuat paket wisata untuk wisman jika hanya dibatasi di tiga zona hijau, di Ubud, Sanur dan Nusa Dua. Para wisman pasti akan berpikir juga untuk wisata ke Bali jika destinasi wisata yang dapat dikunjunginya hanya terbatas.
Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengajukan tiga zona pariwisata hijau di wilayahnya yaitu Pemuteran, Lovina dan Munduk. Ia pun mempercepat vaksinasi massal di tiga destinasi wisata tersebut.
Tak mau kalah, Pemkab Tabanan mengusulkan tiga destinasi wisata di wilayahnya yakni Tanah Lot, Ulun Danu Beratan, dan Jatiluwih menjadi zona hijau, yang siap untuk menerima kunjujngan wisatawan.
Di satu sisi wisatawan mancanegara masih enggan melakukan perjalanan wisata karena berbagai aturan terkait COVID-19, sementara di internal Bali sendiri ada kecemburuan terkait penetapan zona hijau untuk pariwisata.
Itulah problematika yang harus diselesaikan oleh pemerintah pusat, Pemprov Bali dan operator pariwisata di Bali, sebelum Pulau Dewata ini dibuka kembali untuk wisatawan mancanegara yang tentu menuntut pelayanan yang maksimal.