Singaraja (ANTARA) - Taman Nasional Bali Barat (TNBB) di Provinsi Bali saat ini sedang dijajaki untuk dijadikan "pilot project" dalam program "Smart Forest Guardian" atau pengawasan hutan melalui teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), yang merupakan program kerja sama antara perusahaan Huawei dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Objek pertama yang dijajaki adalah TNBB. Dalam rangka kerja sama itulah TNBB dijajaki untuk mengetahui lokasi dan kondisi di TNBB," kata Kepala TNBB Agus Ngurah Kresna Kepakisan di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Minggu.
Ia mengatakan TNBB sudah dikunjungi oleh tim lintas kementerian yang terdiri atas perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan Syber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Negara (BIN), KLHK bersama tim teknis Huawei.
"Setelah penjajakan lokasi, nanti pihak Huawei secara resmi menyusun kerja sama kepada Menteri KLHK, dan keputusan berada di tangan menteri," katanya.
Ia menjelaskan penjajakan tim lintas kementerian ke TNBB ini merupakan tidak lanjut rapat koordinasi yang dilakukan oleh Kemenko Marves bersama dengan Kemenkominfo, KLHK, BPPT, BIN, BSSN, serta Huawei pada Rapat Koordinasi Peningkatan Pengawasan Kawasan Hutan secara virtual pada Selasa (6/10) 2020.
Pihak TNBB, kata dia, menyambut baik kehadiran teknologi AI yang akan dikembangkan bersama Huawei itu karena akan membantu dalam pengawasan hutan di kawasan TNBB.
"Apalagi TNBB memiliki dengan satwa endemik jalak Bali yang juga merupakan satwa dilindungi karena tergolong langka," katanya.
Baca juga: TNBB siap lepasliarkan Jalak Bali hasil penangkaran
Teknologi pengawasan dengan kecerdasan buatan itu, kata dia, adalah alat untuk mendeteksi suara di kawasan hutan. Teknologi itu mampu membedakan suara satwa, burung, dan satwa lainnya, termasuk juga mampu mendeteksi suara gergaji, suara senso, atau suara-suara lain yang mencurigakan.
"Jadi, selain untuk mengawasi hutan dari tindak kriminal 'illegal loging' juga sekaligus sebagai alat untuk memonitor keberadaan satwa di kawasan hutan," katanya.
Dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Pengawasan Kawasan Hutan secara virtual itu, Menko Marves Luhut B. Pandjaitan yang memimpin rakor mengatakan peningkatan kawasan hutan menjadi hal yang utama.
"Dengan adanya pemanfaatan teknologi kita dapat langsung memantau perekaman data secara gambar maupun suara, untuk dapat membuat data yang lengkap mengenai aktivitas hutan kita di Indonesia. Kita dapat memantau aktivitas illegal yang terjadi di hutan kita," katanya.
Ia meminta kepada Huawei dan seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk dapat mengharmonisasi sistem dan data yang akan dikembangkan untuk dapat menjadi lompatan yang luar biasa dalam pengawasan aktivitas ilegal dalam hutan di Indonesia.
Baca juga: Populasi jalak bali berkembang pesat
Secara terpisah, CEO Huawei Indonesia, Jacky Chen, mengatakan pihaknya sebagai penyedia teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terkemuka di dunia yang telah 20 tahun hadir di Indonesia, berkomitmen untuk terus mendukung Indonesia dalam mengantisipasi tantangan dan peluang melalui pemanfaatan teknologi.
"Selama masa pandemi, kami juga telah mengontribusikan teknologi kecerdasan buatan dan 'cloud' bagi dunia kesehatan dan pendidikan," katanya.
Ia mengatakan kerja sama ini merupakan kebanggaan bagi Huawei dapat memperluas kontribusi hingga menjangkau bidang lingkungan hidup di Indonesia melalui inisiatif global untuk inklusi digital TECH4ALL yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan teknologi digital.
"Kami berkolaborasi dengan LSM Rainforest Connection (RFCx) membangun Smart Forest Guardian menggunakan teknologi AI untuk melindungi hutan dari pembalakan dan perburuan liar, serta upaya konservasi alam di Taman Nasional Bali Barat. Kami sangat percaya bahwa teknologi yang baik dapat membawa manfaat yang lebih besar bagi bangsa. Keterlibatan ini menjadi bagian awal dari perjalanan besar bersama untuk lingkungan yang makin lestari," katanya.
Teknologi awasi hutan
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno dalam peninjauan di TNBB menjelaskan bahwa saat ini KLHK juga telah memanfaatkan teknologi untuk pengawasan hutan.
"Saat ini sudah pakai Camera Trap dan GPS Collar, untuk memantau Gajah Sumatera. Dengan kerja bersama, teknologi AI dimanfaatkan untuk mendeteksi suara yang berada di hutan. Deteksi suara ini juga dapat memperlihatkan kekayaan satwa endemik Indonesia," ujarnya.
Menurutnya, teknologi ini diharapkan membantu pengamanan dan pengawasan hutan dari "illegal logging", "illegal mining", "illegal poaching" pemantauan satwa, wisata alam, serta pengayaan dan pemanfaatan data kehutanan.
Saat ini Indonesia memiliki 54 taman nasional yang mana sebagian diantaranya merupakan situs warisan dunia (World Heritage Unesco). Bahkan baru-baru ini bekerja sama dengan komunitas burung dan Swiss, telah diterbitkan buku Atlas Burung Indonesia.
Indonesia tercatat memiliki jumlah burung endemik terbanyak di dunia. Artinya ada 400 jenis burung endemik yang hanya bisa ditemukan di Indonesia. Salah satunya Jalak Bali yang hanya bisa ditemukan di Taman Nasional Bali Barat. Keragaman suara satwa rencananya akan dikelola dalam virtual sound museum.
"Melalui teknologi yang akan kita kembangkan bersama Huawei, maka kita dapat membuat virtual sound museum yang berisikan suara-suara yang tertangkap dari alat yang akan dipasang di hutan," katanya.
Menurutnya, kerja sama ini telah disambut baik oleh BPPT, Kemenkominfo, BIN, serta BSSN. Huawei pada pertengahan Oktober ini telah menandatangani nota kesepahaman dengan BPPT mengenai pengembangan kecerdasan buatan. Melalui teknologi kecerdasan buatan dalam pengawasan hutan diharapkan akan terkumpul data yang akurat dan rinci mengenai kondisi hutan di Indonesia.
"Hal yang harus diperhatikan adalah keamanan data yang akan didapatkan melalui teknologi ini. Data ini dapat menjadi acuan pemerintah untuk melakukan deteksi dini mengenai aktivitas illegal pada kawasan hutan," demikian Wiratno.