Singaraja (ANTARA) - Pemkab Buleleng menambah kuota anggota JKN-KIS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebagai upaya meningkatkan cakupan kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di Kabupaten Buleleng.
"Sampai Bulan September 2020, jumlah penduduk di Buleleng yang sudah memiliki JKN-KIS mencapai 771.636 jiwa atau di angka 93,71 persen dari total penduduk Buleleng 823.395 jiwa," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Buleleng Gede Suyasa saat memimpin Rapat Forum Kemitraan BPJS secara virtual, Kamis.
Namun, dalam anggaran perubahan akan ada penambahan kepesertaan, khususnya PBI dari APBD sampai nantinya di Buleleng pada Bulan Desember mendatang mencapai angka 95 persen.
Selain adanya peluang untuk melakukan penambahan kuota, pihaknya juga berharap adanya peningkatan kualitas pelayanan dan evaluasi terhadap pola-pola koordinasi yang dilakukan selama ini, baik pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, Puskesmas, rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta yang ada di Buleleng.
"Ini diperlukan agar pelayanan berjalan lebih baik dan lancar kedepannya, kata Suyasa dalam rapat bersama Kepala Kantor BPJS Cabang Singaraja, Elly Widiani, Ketua Komisi IV DPRD Buleleng, Luh Hesti Ranita Sari, dan sejumlah Kepala SKPD serta instansi terkait di Pemkab Buleleng itu.
Baca juga: Iuran JKN naik, kualitas pelayanan BPJS Kesehatan juga harus ditingkatkan
Terhadap BPJS Kesehatan, Suyasa meminta agar dapat menyampaikan evaluasi tentang aplikasi-aplikasi yang harus diketahui oleh masyarakat. Tentunya memudahkan masyarakat untuk memahami proses-proses di BPJS, baik dalam segi pendaftaran, pertanyaan, dan konsultasi dapat diakses oleh peserta BPJS.
Sementara itu, Elly Widiani mengatakan rapat ini dalam rangka melaksanakan koordinasi dan komunikasi bersama seluruh pihak terkait guna memastikan kualitas pelayanan JKN menjadi pelayanan yang lebih baik.
Sejauh ini, dalam pemaparannya, jumlah PBI yang sudah terdaftar mencapai 524.455 jiwa. Jumlah ini bisa bertambah khususnya untuk PBI. Untuk penambahan PBI ini bisa dilakukan. Namun, secara pembiayaan, dapat diminimalkan melalui pembiayaan pemerintah daerah. Artinya, diharapkan ada verifikasi dan validasi kembali terhadap masyarakat yang sebelumnya menerima JKN-KIS PBI dari APBD.
"Jika secara standar dapat dimasukkan kedalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tentunya pembiayaan dapat digeser ke pembiayaan APBN. Tetap UHC, tetapi pembiayaan oleh daerah dapat diminimalkan," kata Elly.
Untuk mencapai hal tersebut, tentunya butuh dukungan hingga ke Pemerintahan Desa guna mengecek kembali data-data yang sebelumnya di daftarkan melalui Pemda tersebut layak atau tidak dialihkan kepesertaan yang dijamin oleh PBI APBN.
"Diharapkan tidak ada pengurangan, melainkan terjadi penambahan peserta dan pembiayaan melalui APBD ini bisa diefisienkan," kata Elly Widiani.