Jakarta (ANTARA) - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan pihaknya saat ini masih menelusuri penyebab hilangnya status red notice terhadap buronan Djoko Tjandra di Interpol.
"Itu sampai sekarang belum ada titik temunya," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu.
Jaksa Agung menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mencabut status red notice terhadap buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu.
"Red notice itu 'kan tidak ada cabut-mencabut, (berlaku) selamanya sampai tertangkap, tetapi nyatanya begitulah," ujarnya.
Red notice adalah permintaan untuk menemukan, menahan sementara seorang tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Red notice diterbitkan oleh Interpol atas permintaan dari Polri untuk membatasi perjalanan tersangka di luar negeri.
Djoko Tjandra yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima terlibat kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang telah merugikan negara Rp904 miliar.
Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia pada tahun 2009 saat Mahkamah Agung menjatuhkan vonis kepadanya.
Sejak buron, kabarnya simpang siur. Dia dikabarkan lari ke negara tetangga dan menjadi warga negara Papua Nugini.
Red notice dari Interpol atas nama Djoko Tjandra terbit pada tanggal 10 Juli 2009.
Pada tanggal 5 Mei 2020, Sekretaris NCB Interpol memberitahukan bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data sejak 2014.
Ditjen Imigrasi menindaklanjuti hal itu dengan menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada tanggal 13 Mei 2020.
Pada tanggal 27 Juni 2020, Kejaksaan Agung meminta Djoko Tjandra dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Ditjen Imigrasi pun memasukkan kembali nama Djoko Tjandra ke dalam sistem data perlintasan dengan status DPO.
Kejagung telusuri penyebab dicabutnya status Djoko Tjandra sebagai buronan
Rabu, 15 Juli 2020 17:22 WIB