Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto meminta media massa memberi pemahaman persoalan COVID-19 secara akurat bukan justru memicu kepanikan publik.
"Peran media juga agar memberi pemahaman," kata Yuri di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, media massa bukanlah menjadi pengeras suara narasumber tetapi memberi pembelajaran yang baik kepada masyarakat dalam persoalan COVID-19 sehingga menjadi pencerahan.
Baca juga: Stafsus Presiden: "Soal COVID-19, kalau sumbernya tidak jelas, jangan dibagikan"
Dia menggarisbawahi kepanikan publik yang dideskripsikan media soal adanya rumah sakit yang menolak pasien COVID-19 di RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan. Padahal kapasitas rumah sakit itu memang terbatas sehingga jika penuh wajar terjadi penolakan menerima pasien dan dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya.
"Soal masyarakat panik, jangan-jangan bukan dari kekhawatiran masyarakat tapi kekhawatiran media," kata dia.
Yuri juga mencontohkan bagaimana jurnalis mengontaknya untuk melakukan konfirmasi soal kematian yang terjadi berpuluh-puluh hari yang lalu. Peristiwa tersebut sudah selesai tetapi karena media mengangkatnya lagi justru masyarakat kembali dalam ketakutan.
Baca juga: MUI: Haram, tebar kepanikan dan hoaks soal COVID-19
Dalam kasus tersebut, dia mengatakan sejatinya masyarakat sudah lupa dengan ketakutan terkait tetapi karena isu kembali diangkat membuat perlu adanya pemulihan trauma publik yang menjadi tugas bersama, termasuk dari unsur media. Perlu kolaborasi lintas sektor agar pemulihan trauma dapat berjalan sebagaimana mestinya.
"Masyarakat yang lupa jadi ingat lagi. Takut lagi dengan ketakutan sama. Trauma healing adalah pekerjaan bersama. Kalau saya tenangkan masyarakat tapi media masih menggali-gali maka itu tidak akan berhenti," kata dia.*