Denpasar (ANTARA) - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bali menemukan 1.975 kemasan atau 246 item pangan kedaluwarsa selama melakukan pengawasan saat Natal dan Tahun Baru, selama lima minggu sejak 2 Desember sampai 3 Januari 2020.
"Sebenarnya pengawasan ini kita lakukan selama enam minggu, dan nanti akan berakhir pada 10 Januari 2020. Tapi untuk minggu kelima ini sudah ditemukan dengan total keseluruhan ada 370 item atau 2968 kemasan," kata Kepala Bidang Pemeriksaan BBPOM Denpasar, Desak Ketut Andika di Denpasar, Senin.
BPOM juga menemukan ada 43 kemasan atau 18 item dalam kategori kemasan rusak, 459 kemasan atau 79 item dengan Tanpa Izin Edar (TIE), dan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) Label sebanyak 491 kemasan atau 27 item.
Pengawasan ini dilakukan terhadap tujuh kabupaten di Bali, diantaranya Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan, Buleleng, Karangasem, dan Klungkung.
Baca juga: BPOM wajibkan minuman beralkohol di Bali lakukan registrasi
Ia menjelaskan dari masing-masing Kabupaten/Kota ditemukan 489 kemasan kadaluarsa terbanyak di Kabupaten Karangasem, lalu Kabupaten Klungkung ada 208 kemasan, untuk Kota Denpasar ada 132 kemasan dan 73 kemasan kadaluarsa dari Kabupaten Badung.
Sedangkan untuk TMK label ditemukan sebanyak 409 kemasan di Kabupaten Klungkung. Selain itu, ada 29 kemasan rusak terbanyak dan 22 kemasan TIE di Kota Denpasar.
"Kalau kemasan kategori kadaluarsa dan TIE dimusnahkan oleh pemilik sarana dan disaksikan petugas BPOM, tapi kalau yang alat yang kemasannya rusak atau label nya tidak memenuhi ketentuan masih bisa dikembalikan ke distributor untuk ditukar," jelasnya.
Setelah dilakukan pemusnahan, selanjutnya pelaku usaha tersebut diberikan surat peringatan dengan tujuan memperhatikan produk yang dijual dan tidak menjual produk yang TIE, Kerusakan Kemasan maupun yang kadaluarsa.
Menurutnya, lebih banyak ditemukan pada toko-toko makanan yang ada di masing-masing Kabupaten/Kota, dibandingkan dengan produk yang ada di Super Market.
Ia menambahkan kalau distributor biasanya sudah disisihkan jadi produk yang sudah disisihkan tidak dapat terhitung, namun apabila bagi pelaku usaha yang masih memperjualbelikan ini yang masuk ke dalam data untuk ditindak.
"Biasanya pelaku-pelaku usaha ini sudah tahu waktu kadaluarsanya suatu produk, hanya saja karena keterbatasan petugas dan sudah mempercayakan ke sales nya, jadi mungkin ada yang terlewat dan jadi kelalaian saja, selain itu juga jumlahnya terbatas, tapi kalau banyak itu yang harus dicurigai," terangnya.
Baca juga: Jelang Natal dan Tahun Baru, BBPOM Denpasar awasi parsel