Denpasar (ANTARA) - Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Arief Safari mengatakan bahwa keberadaan Online Dispute Resolution dapat menjadi sistem penyelesaian sengketa atau menyelesaikan komplain konsumen dengan memanfaatkan teknologi.
"Salah satu potensi atau peluang mengatasi sengketa ada dengan melakukan teknologi berupa Online Dispute Resolution, apabila ada yang komplain atau bisa masuk dalam satu platform namanya ODR ini, disitu nanti ada juga pelaku usaha yang merespons terhadap apa yang menjadi komplain dari si konsumen," katanya usai memberikan kuliah umum di Universitas Ngurah Rai, Bali, Selasa.
Ia mengatakan penyelesaian sengketa itu tidak harus dengan bertatap muka langsung, melainkan dapat menggunakan platform online ini, yang akan tersebar di beberapa daerah.
"Platform ODR di kita memang belum dibangun tapi wilayah Brazil dan Portugal sudah dibangun, selain itu OJK sudah menerapkan itu, nah dengan online ini dirasa cukup efektif untuk sektor jasa keuangan," jelasnya.
Arief menjelaskan bahwa dalam sengketa tentu, ada proses komplain dari konsumen di tangan pelaku, kondisi itu disebut rekonsiliasi, namun menurutnya belum tentu itu dapat terselesaikan.
"Nah kalau itu nggak selesai akan naik lagi ke atas yang namanya pola yang berikutnya yaitu namanya mediasi yang ditangani oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)," katanya.
Pihaknya juga menuturkan kepada masyarakat dan konsumen terkait dengan haknya. Dalam hal ini yang namanya konsumen menyampaikan komplain adalah hak konsumen, konsumen juga punya HAM untuk mendapatkan kompensasi dan ganti rugi.
"Banyak konsumen merasa dirugikan karena memang ada beberapa hal baik itu katanya birokrasinya panjang dan sulit, tapi memang tidak lepas dari budaya kita masyarakat kita, cenderungnya menerima, kalau misalnya mau komplain masih ada rasa ngga enak," ucap Arief.
Baca juga: BPKN berikan kuliah umum perlindungan konsumen era digital
Sektor yang paling sering mendapatkan pengaduan adalah sektor Perumahan. Jumlahnya terus meningkat, dilihat dari tahun 2017 sebanyak 109 kasus, tahun 2018 meningkat menjadi 429 kasus, dan di tahun 2019 sampai bulan Oktober terdapat 1190 pengaduan.
Menurutnya, ada positif dan negatifnya terkait dengan meningkatnya pengaduan ini. Untuk positifnya bahwa masyarakat sudah mulai peduli untuk menyuarakan dan mengadu ke BPKN.
"Kalau dilihat negatifnya, ya banyak pengaduan itu karena apa sih, penyebabnya apa, apakah karena pelaku usaha yang semakin banyak atau karena hal lainnya, dan permasalahan lebih banyak karena ketidakjelasan Akte Jual Beli (AJB) atau sertifikat itu," jelasnya.
Selain di Universitas Ngurah Rai, BPKN juga memberi kuliah umum perlindungan konsumen di Universitas Udayana. Sebelumnya juga melakukan "media visit" di PWI Bali yang juga melibatkan LKBN Antara Biro Bali.