Denpasar (ANTARA) - Pekerja, anggota organisasi pemuda dan kemahasiswaan, jurnalis, dan perempuan aktivis di Pulau Dewata yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bali Bersatu menuntut penerbitan peraturan daerah (perda) tentang perlindungan tenaga kerja lokal.
"Pekerja Bali adalah pelaku adat dan budaya Bali, tetapi sayangnya banyak yang hanya dijadikan pekerja kontrak, outsourcing (alih daya), magang, dan buruh harian lepas," kata Koordinator Lapangan Gerakan Buruh Bali Bersatu, Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana, saat menyampaikan orasi di depan Kantor Gubernur Bali di Denpasar, Rabu.
Rai Budi mencontohkan hampir separuh pekerja hotel-hotel di Bali berstatus sebagai pekerja kontrak, tenaga alih daya, magang ataupun buruh harian lepas.
"Mereka yang bekerja di sektor pariwisata khususnya, mereka diperlakukan layaknya sebagai buruh murahan," kata Rai Budi, yang juga Sekretaris Regional Federasi Serikat Pekerja Mandiri Bali.
Selain itu, ia melanjutkan, tidak jarang para pengusaha juga menerapkan praktik-praktik yang menimbulkan ancaman bagi pekerja yang akan membentuk serikat pekerja.
Lewat aksi yang diikuti ratusan orang dari berbagai aliansi tersebut, para pekerja juga menolak eksploitasi pekerja kontrak dan mendesak penghapusan sistem kerja alih daya, kontrak, dan magang serta menuntut penghentian pemberangusan serikat buruh dalam perusahaan.
"Selain itu, kami meminta Pemprov Bali untuk melindungi pekerja lokal yang didukung dengan regulasi agar tidak ada celah bagi pengusaha dan investor untuk melakukan ketidakadilan. Termasuk di dalamnya agar diatur bahwa di setiap perusahaan harus ada serikat pekerja," kata Rai Budi.
Rai Budi juga menyoroti maraknya pelanggaran aturan ketenagakerjaan di Bali dan minimnya jumlah pengawas fungsional ketenagakerjaan.
Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar Nandang Astika berbicara mengenai perjuangan kelas buruh dan kaum tani dan keberpihakan pemerintah kepada buruh.
"Kami bersepakat untuk menyuarakan dan menuntut segala hal yang dilakukan pemerintah agar berpihak masyarakat. Jika tidak berpihak, maka hanya ada satu kata, kita lawan," katanya.
Selain FSPM Bali dan AJI Denpasar, aliansi yang tergabung dalam aksi Gerakan Buruh Bali Bersatu meliputi PMKRI, GMKI, FMN, Pembaru, Seruni, KMHDI, SDMN, dan Puskeba. Mereka melakukan aksi secara tertib dan damai, membawa poster bertulisan tuntutan dan bendera organisasi. Aksi mereka diiringi musik gamelan.
Dalam aksi untuk memperingati Hari Buruh, Gerakan Buruh Bali Bersatu juga menuntut penyetopan pemutusan hubungan kerja, penghentian sistem upah murah, pencabutan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, peningkatan pengawasan terhadap tenaga kerja asing, penghentian pelecehan seksual terhadap perempuan pekerja, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan lapangan kerja.
Menanggapi aksi itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Ngurah Arda menanggapi tuntutan dari peserta aksi tersebut dengan menyatakan bahwa pemerintah daerah sedang menyusun peraturan gubernur mengenai pelindungan pekerja lokal.
"Jadinya gayung bersambut dengan tuntutan saudara sekalian. Jika rancangannya sudah mendekati final, baru kami akan mengundang Tripartit," katanya, menambahkan penyusunan rancangan peraturan itu sudah 80 persen rampung.
Mengenai pengawas ketenagakerjaan, Arda tidak memungkiri bahwa jumlahnya masih minim, baru 25 orang yang terdiri atas 22 pengawas umum dan tiga pengawas K3. Sedangkan jumlah perusahaan di Bali sebanyak 11.053.
"Tentunya sangat tidak sebanding, sehingga kami memprioritaskan penyelesaian sengketa dari laporan-laporan yang masuk," ujarnya.
Menurut ketentuan, setiap pengawas minimal mengawasi lima perusahaan setiap bulan. Dari Januari hingga April 2019, tercatat ada 70 kasus hubungan industrial yang ditangani dan mayoritas menyangkut persoalan pemutusan hubungan kerja di Kabupaten Badung.
Video oleh Rhismawati