Denpasar (Antara Bali) - Pengamat hukum adat dari Universitas Udayana Prof Dr Tjok Istri P Astiti SH MS ingatkan para hakim untuk sadar gender agar dapat melaksanakan secara efektif keputusan rapat atau "Pesamuhan Agung" III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali.
"Khususnya, dalam penyelesaian kasus yang terkait dengan keputusan Pesamuhan Agung III mengenai kedudukan perempuan Bali-Hindu dalam keluarga dan pewarisan," kata Tjok Istri P Astiti, di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, jika para hakim sudah sadar gender, kemudian secara kasuistis hasil rapat MUDP yang ditetapkan pada 15 Oktober 2010 itu dinormakan dan mendasari keputusan hakim, secara otomatis lama kelamaan kesadaran keluarga Bali akan tumbuh.
"Perempuan Bali, dengan adanya keputusan MUDP berhak mendapatkan hak waris yang lebih besar dibandingkan sebelumnya," ujarnya.
Salah satunya, kata dia, disebutkan bahwa kaum perempuan yang di Bali dikenal berstatus "pradana" setelah menikah berhak atas setengah dari harta warisan yang diterima seorang anak laki-laki yang berstatus "purusa".
"Di sisi lain, juga tercantum ketentuan selama dalam perkawinan suami dan istri mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta yang diperoleh selama dalam status perkawinan," ucapnya.
Menurut Prof Astiti, beberapa ketentuan tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan dari aturan sebelumnya yang menempatkan anak perempuan pada kedudukan "terhormat" hanya diizinkan menikmati warisan, namun tidak untuk meneruskan dan memiliki.
"Keputusan MUDP supaya nanti bisa mengikat, selain disosialisasikan dan dituangkan dalam 'awig-awig' atau aturan hukum yang mengatur di tingkat desa adat di kita, juga harus disosialisasikan dan dinormakan mendasari keputusan penegak hukum formal," ucapnya.(*)