Denpasar (Antaranews Bali) - Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster menginginkan adanya sanksi tegas untuk mencegah dan memutus mata rantai penyalahgunaan zat berbahaya seperti pewarna tekstil, borak dan formalin pada bahan pangan.
"Dampak dari zat pewarna berbahaya memang tak bisa dirasakan dalam jangka pendek. Dampaknya baru akan dirasakan dalam jangka panjang seperti munculnya penyakit kanker," kata istri Gubernur Bali saat menjadi narasumber pada dialog "Hai Bali Kenken" bertajuk "Bebaskan Pangan dari Bahan Berbahaya" ’di Studio RRI Denpasar, Senin.
Menurut dia, masih ditemukannya penggunaan zat pewarna tekstil seperti rhodamin B dan methanyl yellow pada sejumlah produk pangan sangat mengkhawatirkan karena menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.
Mengutip hasil temuan Balai Besar POM (BBPOM), Putri Koster menyebut bahan pewarna tekstil antara lain masih digunakan pada beberapa jenis jajan untuk upacara seperti jaje uli, jaje begina dan jaje cacalan. Setelah digunakan untuk upacara, jajan-jajan tersebut memang seringkali tak dikonsumsi namun akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti babi.
"Namun yang perlu diingat, daging dari ternak itu juga nantinya akan kita konsumsi. Demikian pula bila zat pewarna tekstil digunakan untuk nasi segehan dan kemudian dimakan ayam, dagingnya juga kita yang makan," ujarnya.
Putri Koster menambahkan, instansi terkait seperti BBPOM sejatinya sudah melakukan berbagai upaya untuk melakukan edukasi dan pembinaan agar masyarakat jangan lagi memanfaatkan bahan pewarna tekstil pada bahan pangan.
Tetapi nyatanya hingga saat ini, sebagian masyarakat masih tetap menggunakannya karena barangnya masih mudah diperoleh dan harganya juga terjangkau.
Menyikapi persoalan ini, Putri Koster menilai perlu adanya payung hukum berupa pergub atau perda yang disertai penerapan sanksi tegas. "Kalau penyusunan perda waktunya kelamaan karena membutuhkan pembahasan di DPRD, untuk jangka pendek bisa didahului dengan sebuah pergub," katanya.
Di sisi lain, Putri Koster juga menegaskan komitmen TP PKK Bali mendukung program BBPOM untuk mengedukasi masyarakat agar tak lagi menggunakan bahan berbahaya dalam produksi pangan.
Ia berpendapat, upaya ini membutuhkan sinergi dari semua pihak karena BBPOM tak bisa bekerja sendiri. "Terima kasih karena telah menggandeng Tim Penggerak PKK. Upaya mewujudkan bahan pangan yang sehat sejalan dengan 10 Program Pokok PKK dan kami punya kader hingga ke banjar-banjar (dusun). Merekalah yang nantinya akan mengedukasi ibu-ibu agar menghindari pemakaian bahan pangan berbahaya," ucapnya.
Sementara itu, Kepala BBPOM di Denpasar I Gusti Ayu Adhi Aryapatni mengatakan saat ini Bali masih menjadi daerah yang masuk empat besar dalam penggunaan bahan berbahaya untuk pangan.
"Ini menjadi tantangan kita bersama. Kami secara intensif terus melakukan pengawasan dan edukasi, namun kalau kesadaran masyarakat tak meningkat, penyalahgunaan bahan pewarna berbahaya masih akan terus terjadi," ucapnya.
Menurut Aryapatni, bahan berbahaya yang masih dijumpai dalam sejumlah makanan antara lain borak, formalin dan pewarna tekstil. Pewarna tekstil hingga saat ini masih ditemukan pada beberapa jenis jajan yang digunakan sebagai sarana upacara.
Untuk mengefektifkan upaya pembinaan, BBPOM sangat berharap dukungan dari berbagai pihak, khususnya TP PKK. Sependapat dengan Putri Koster, Aryapatni menilai bahwa Bali membutuhkan sebuah payung hukum yang dapat memutus mata rantai penyalahgunaan bahan berbahaya pada makanan.
Putri Koster ingin sanksi tegas untukj cegah pangan berbahaya
Senin, 21 Januari 2019 20:00 WIB