Denpasar (Antaranews Bali) - Gubernur Bali Wayan Koster mendorong warga desa adat untuk mengedepankan sikap terbuka, meningkatkan rasa persaudaraan, dan jangan sampai memunculkan sikap eksklusif.
"Jangan ada yang merasa berkuasa bahkan mau menang sendiri, karena perlahan sikap dan sifat seperti itu akan memunculkan arogansi serta memecah belah persaudaraan," kata Koster saat menghadiri ritual Karya Mamungkah, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung lan Tawur Balik Sumpah Utama Pura Desa, Pura Puseh lan Bale Agung Desa Pekraman Panjer-Denpasar, Minggu.
Koster yang didampingi Putri Suastini Koster juga mengharapkan seluruh krama (warga) Desa Pekraman Panjer membangkitkan sekaligus menjalankan tata-titi kehidupan yang berpedoman pada filosofi menyama braya (persaudaraan) dan Tri Hita Karana (keharmonisan dengan Tuhan, lingkungan dan sesama manusia.
Menurut dia, filosofi itu mengajarkan warga Bali untuk hidup berdampingan, membangun pondasi rasa saling asah asih dan asuh, "paras-paros sarpanaya, sagilik saguluk salunglung sabayantaka".
Koster juga mengapresiasi semangat warga Panjer dalam menjalankan ritual. Dia menambahkan, ritual tersebut merupakan salah satu usaha menyatukan rasa dan laksana warga desa dalam menjalankan ajaran agama. Lebih dari itu, pelaksanaan upacara keagamaan juga menjadi bagian penting dalam upaya melestarikan adat dan budaya Bali.
Pada kesempatan itu, Koster yang didampingi pula oleh Sekda Dewa Made Indra, Kepala Bappeda dan Litbang Wayan Wiasthana Ika Putra dan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra memohon doa restu agar dapat menjalankan tugas sebagai Gubernur periode 2018-2023.
Ia pun minta dukungan seluruh warga Panjer dalam melaksanakan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang mempunyai arti menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, untuk mewujudkan kehidupan krama dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia.
"Saya hadir disini, bukan hanya sebagai Gubernur tetapi juga sebagai krama (warga) Desa Pekraman Panjer. Karena di tempat inilah istri tercinta saya dibesarkan dan tumbuh menjadi seorang seniman yang metaksu," ucapnya.
Sementara itu, Bendesa Adat Panjer A A Ketut Oka Adnyana mengatakan bahwa karya (ritual) ini dilaksanakan setelah sebelumnya dilakukan pemugaran pura yang menelan biaya hingga Rp10 miliar termasuk rentetan upacaranya.