Karangasem (Antaranews Bali) - Aktivitas Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali untuk mengalami erupsi susulan cenderung fluktuatif, mengingat dari data seismograf menunjukkan energi magma tidak begitu besar, kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG, Devy Kamil Syahbana.
"Erupsi cenderung fluktuatif, dimana Gunung Agung sempat tidak mengalami erupsi selama 36 jam terakhir, namun pagi ini Pukul 05.22 Wita kembali erupsi dengan tinggi kolom abu mencapai 1.500 meter dari atas puncak dengan abu mengarah ke barat," ujar dia saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Minggu.
Meski terjadi erupsi yang fluktuatif, berdasarkan data sismograf terlihat energi yang dikeluarkan masih kecil dan melihat pengembungan perut gunung (deformasi) dan kandungan gas di dalamnya potensi erupsi masih terus terjadi.
Hal ini diperkuat dengan jumlah hembusan asap putih sering terjadi 24 kali sehari dan menandakan bahwa erupsi diprediksi terus berlangsung dengan kekuatan yang kecil. "Untuk eksplosifitas erupsi belum terlihat tinggi sekali dan saat ini Gunung Agung masih dalam fase erupsi strombolian," katanya.
Ia menerangkan, fase erupsi cukup besar degan strombolian yang cukup besar sempat terjadi pada 2 Juli 2018 dengan letusan sebanyak enam kali per hari dan setelah itu letusan mengalami penurunan drastis yang dihitung rata-rata muncul setiap 12 jam.
"Kemarin Sabtu (7/7) kami mencatat tidak ada letusan atau erupsi sama sekali (kurun waktu 36 jam), sehingga dari data ini kecenderungan adanya penurunan energi magmatik yang dibangun pada 24-25 Juli 2018, sudah dierupsikan secara eksplosif pada 27 Juli 2018 dan pengeluaran gas emisi yang cukup tinggi pada 28-29 Juni 2018," katanya.
Akibat terjadinya ini, tekanan magma dalam tubuh Gunung Agung terpantau berkurang dan mudah-mudahan mengalami penurunan dengan frekuensi erupsi yang sedikit. `Dengan penurunan ini, ketinggian letusan juga berkurang sehingga masyarakat dapat tenang dan bisa kembali ke rumahnya," ujarnya. (WDY)