Kepada Komisi B yang menerimanya, Koordinator Forum Transparansi Ketut Sujana alias Cong mengatakan ada dugaan kuat pungutan liar terhadap para pedagang, baik untuk mengurus izin maupun retribusi setiap hari.
"Untuk mengurus perpanjangan izin pedagang dipungut Rp175 ribu, padahal dalam peraturan daerah hanya Rp100 ribu. Demikian juga setiap hari pedagang harus membayar retribusi Rp1.500, sementara dalam aturan hanya Rp1.000," katanya.
Terkait dengan laporan ini, Ketua Komisi B Nyoman S Kusumayasa serta legislator lainnya yang hadir minta, kelebihan pungutan tersebut dikembalikan.
"Jangan melakukan pungutan di luar yang sudah diatur. Gimana sistem dan teknis pengembalian, kami serahkan ke pihak pengelola atau pengurus pasar. Tapi harus dikembalikan," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Jembrana Made Budhiarta saat dikonfirmasi setelah pertemuan dengan pedagang tersebut usai menegaskan bahwa seluruh pungutan itu masuk ke kas daerah.
Menurut dia, khusus untuk Rp1.500 yang dipungut dari pedagang setiap hari, Rp1.000 merupakan retribusi dan Rp500 masuk sebagai pendapatan dari sumber lainnya yang sah.
"Seluruhnya masuk ke kas daerah. Masalah Rp500 itu dalam anggaran masuk sebagai pendapatan sumber lain yang sah. Pemkab mendapatkannya dari pasar yang merupakan aset daerah," katanya.
Saat pemantauan di ruang rapat paripurna DPRD Jembrana yang menjadi tempat pertemuan itu, suasana beberapa kali sempat tegang saat Cong mengungkapkan perilaku Kepala Pasar Melaya I Kadek Nirta terhadap para pedagang yang seringkali kurang manusiawi dan beretika.
Menurut dia, kepala pasar sering terkesan mengintimidasi pedagang pasar, tanpa peduli kondisi pedagang tersebut, termasuk dengan menggunakan cara-cara yang menjurus kekerasan.
Apa yang ia ungkapkan dibenarkan oleh puluhan pedagang yang hadir, seperti Ngadiyem yang mengaku dibentak-bentak oleh Nirta, karena sempat beberapa waktu tidak bisa berjualan di pasar.
"Saya sempat beberapa lama tidak bisa berjualan karena sakit. Tahu-tahu kepala pasar mencari saya dan dengan nada membentak-bentak, mengancam untuk menyerahkan kios saya di pasar kepada pemerintah jika tidak dipakai berjualan. Padahal saya tidak bisa berjualan karena sakit," kata Ngadiyem, salah seorang pedagang.
Ia mengaku dirinya memiliki tiga kios di Pasar Melaya yaitu satu kios swadaya yang ia bangun sendiri dengan dana sekitar Rp170 juta dan dua kios yang dibangun pemerintah.
Menurut dia, sebagai orang yang lebih tua tapu dibentak-bentak kepala pasar, maka dirinya sempat mengatakan siap mengembalikan kios yang ia tempati, hanya minta ganti rugi untuk kios yang ia bangun sendiri.
Menanggapi pengaduan pedagang ini, Kepala Pasar Melaya I Kadek Nirta yang hadir dalam pertemuan hanya mengatakan, pungutan yang ia lakukan itu melanjutkan saat pengelolaan pasar masih dibawah Perusahaan Daerah (Perusda) Jembrana.Meski demikian, saat dicerca pertanyaan kemana uang tersebut ia setorkan, ia hanya menunjuk kepada dinas terkait tanpa menjelaskan rincian yang jelas.
Terkait dengan perilakunya yang menurut pedagang mengancam, ia mengaku, hanya menakut-nakuti agar pedagang membuka kiosnya untuk berjualan sesuai fungsi pasar.
Sementara Budhiarta menegaskan, pihaknya siap menindak tegas anak buahnya, termasuk kepala pasar jika melanggar apalagi melakukan pungutan liar. (ed)