Bangli (Antara Bali) - Perajin seni ukir telur mengeluhkan langkanya telur burung Unta dan Kasuari sebagai bahan baku pembuatan ukiran kulit telur.
"Langkanya bahan baku berupa telur burung Unta dan Kasuari menjadi kendala kami sebagai pengrajin," kata I Nengah Pendet, salah seorang perajin telur ukir di Banjar Sidembunut, Kelurahan Cempaga, Kabupaten Bangli, Bali, Selasa.
Kakek yang menggeluti seni ukir telur sejak awal tahun 1940 itu mengaku, karena tidak tersedianya telur burung itu, pihaknya terpaksa menolak konsumen yang memesan kerajinan tersebut.
Saat ini, kata dia, untuk memenuhi kebutuhan konsumennya yang berkeinginan untuk memiliki ukiran di kulit telur, konsumen diharuskan membawa langsung bahan bakunya.
"Kalau ada telur kedua burung itu, kami akan kerjakan ukiran tersebut," jelasnya.
Untuk pengerjaan satu ukiran telur biasanya membutuhkan waktu sekitar satu sampai dua bulan, untuk satu ukiran telur, pihaknya memasang tarif Rp3,5 juta sampai dengan Rp5 juta.
Ia mengaku keluarganya menggeluti ukiran di kulit telur berangkat dari adanya keinginan seorang wisatawan asing yang membawa bahan baku berupa telur.
"Wisatawan itu meminta untuk mengukirnya, memang awalnya sulit karena telur rentan pecah," jelasnya.
Berkat ketelatenan dengan waktu yang cukup lama, kata dia, akhirnya ukiran telur itu pun jadi.
"Sejak itu terus saja ada orderan yang datang, hingga kini memang masih banyak, namun sering ditolak, karena tidak ada bahannya," jelasnya.
Dikatakan dia, biasanya jenis telur yang baik untuk media ukir adalah cangkang telur burung Kasuari dan telur burung Unta karena kedua jenis telur burung itu lebih kuat dan lebih besar.
Untuk mengukir cangkang telur perlu ekstra kesabaran dan konsentrasi tinggi sangat diperlukan, karena cangkang kulit telur lebih lembek dari kayu ataupun tempurung kelapa.
"Sedikit saja melakukan kesalahan saat mengukir atau terlalu keras menekan, cangkang telur akan pecah yang artinya tidak bisa dipergunakan lagi," katanya.
Kata Pendet, untuk promosi hasil kerajinannya sebagian besar pembeli datang kepadanya karena mendengar dari pembeli lainnya, karena dia tidak memiliki tempat usaha untuk memajang barang hasil karyanya.
"Saya pernah ikut berpartisipasi di beberapa pameran yang ada di Bali maupun luar Pulau Dewata," kata lelaki yang pernah dianugerahi penghargaan oleh Gubernur Bali waktu itu I Dewa Berata pada tahun 2006 sebagai salah satu seniman tua di Bali, serta penghargaan oleh Bupati Bangli I Nengah Arnawa pada tahun 2007.
Bahkan, kata dia, sejak zaman orde baru dia mendapat banyak pesanan ukiran telur dari kantor pemerintahan, termasuk juga dari Presiden Soeharto yang pernah memintanya untuk mengukir sepasang gading gajah.
"Selain mengukir telur, kami juga bisa mengukir telur ataupun gading gajah," katanya.
Namun, kata dia, ukiran dengan menggunakan media gading gajah pengerjaanya memakan waktu sampai dengan satu tahun, untuk tarif ukir gading gajah harga mencapai Rp75 juta.(*)
Perajin Telur Ukir Keluhkan Kelangkaan Telur Unta
Selasa, 2 Agustus 2011 14:38 WIB