Oleh I Ketut Sutika
Puluhan ibu rumah tangga menggoreskan tangan di atas kanvas menciptakan warna menyerupai satu bentuk atau simbul yang kaya akan makna.
Jiwa seni yang diwarisi masyarakat Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali, itu diwariskan kembali kepada anak cucunya, sehingga lukisan klasik Bali atau yang lebih dikenal lukisan gaya kamasan itu tetap lestari.
Sementara itu, puluhan anak usia dini dan sekelompok wanita menunjukkan kebolehan mereka dalam melukis saat menerima kunjungan delegasi Menteri Luar Negeri ASEAN yang dipimpin Menlu RI Marty Natalegawa di sela-sela mengikuti ASEAN Ministerial Meeting yang berlangsung di kawasan Nusa Dua Kabupaten Badung, Bali.
Rombongan Menlu ASEAN itu disambut Bupati Klungkung, I Wayan Candra. Mereka pun sebelumnya juga sempat mengunjungi objek wisata Kertagosa, dan perkampungan seniman Ubud.
Anggota rombongan antara lain Menlu Brunei Darussalam His Royal Hignness Prince Mohamad Bolkiah, Menlu Myanmar HEU Wunna Maung Lwin, Menlu Tailand Chitriya Phintong, Menlu Vietnam Pam Gia Kim dan delegasi dari Malaysia Hon Senator A Kohilan Pillay.
Mereka melihat dari dekat aktivitas bengkel kerja pelukis Nyoman Mandra di Banjar Sangging Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung. Di tempat itu mereka menyaksikan kegiatan anak-anak, remaja dan orang tua melukis wayang khas Kamasan. Beberapa ibu rumah tangga lainnya beraktivitas membuat kain tenun, serta beberapa pria membuat seni pahat dari bahan slongsong peluru.
Beberapa kelompok anak muda lainnya membuat kerajinan dari bahan baku uang logam. Rombongan Menlu tampak menikmati kreativitas masyarakat Desa Kamasan dalam menghasilkan karya seni yang mempunyai nilai ekoomis.
Pihak tuan rumah termasuk Bupati Klungkung I Wayan Candra menyambut tamunya dengan menyuguhkan kue tradisional Bali antara lain laklak dan jaje kukus. Sekelompok anak usia sekolah dasar (SD) memainkan instrumen alat musik tradisional Bali (gamelan) menyemarakkan suasana penyambutan para Menlu ASEAN tersebut.
Melihat begitu antusiasnya para Menlu terhadap kemampuan dan kepiawaian anak-anak dalam memainkan alat musik, Bupati Candra secara spontanitas ikut memperkuat tim kesenian anak-anak itu dengan memainkan alat musik kendang.
Keikutsertaan Bupati Candra memainkan alat musik tradisional Bali itu menambah semarak suasana di bengkel kerja pelukis Nyoman Mandra.
Kamasan adalah salah satu Desa di kabupaten Klungkung, Bali yang memiliki nilai historis, karena salah seorang warganya, Ida Bagus Gelgel, seniman serba bisa, pernah mendapat penghargaan seni dari pemerintah Prancis pada tahun 1930.
Penghargaan itu diraihnya berkat keahlian menciptakan karya seni yang bermutu di atas kanvas saat yang bersangkutan mengadakan pameran ke beberapa negara di belahan dunia.
"Berkat promosi lewat pameran perdana seniman Bali ke mancanegara itu, Pulau Dewata mulai dikenal dan sejak saat itu pula, seniman asing berdatangan dan memilih kawasan Ubud, tempat untuk mengembangkan kreativitas seni," tutur Pembantu Rektor I Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Drs I Ketut Murdana, M.SN.
Klungkung, khususnya Desa Kamasan merupakan cikal bakal pengembangan seni lukis tradisional di Bali, karena 81 tahun silam hasil kreativitas seniman setempat sudah mampu berbicara di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam perkembangannya, seni lukis Klungkung, khususnya Desa Kamasan tetap tampil dengan ciri khas tradisional yakni lukisan wayang Kamasan, namun kurang mampu mengikuti perkembangan seni lukis yang berkembang pesat di perkampungan seniman Ubud.
"Adanya upaya Desa Kamasan membangun kawasan 'art centre', merupakan terobosan untuk meraih kembali kejayaan seni lukis dan jenis kesenian lainnya yang pernah diwarisi sejak masa lalu," tutur Murdana yang juga seniman andal dalam bidang lukis.
Bali mengalami kemajuan dan perubahan, namun nilai seni budaya daerah tetap lestari serta menjadi kekuatan bagi masyarakat pendukung dalam mengembangkan berbagai usaha, khususnya industri kecil dan kerajinan rumah tangga, yang kini menjadi tulang punggung perolehan ekspor nonmigas.
Demikian pula pergeseran nilai-nilai budaya akibat kontak dengan dunia luar, tidak menjadi masalah bagi masyarakat Pulau Dewata. Kondisi demikian justru sebaliknya, masyarakat mancanegara kagum atas kemampuan masyarakat Bali mengembangkan dan melestarikan seni budaya sebagai salah satu daya tarik wisata.
Seni budaya Bali yang cukup dikagumi dunia internasional itu seharusnya juga menjadi kebanggaan masyarakat pendukungnya di Pulau Dewata.
Harumkan Bali
Menurut Murdana, karya seni lukis menjadi salah satu sumber daya masyarakat yang mampu mengangkat dan mengharumkan Bali di tingkat nasional maupun internasional. Banyak pelukis Bali muncul dengan mengusung bendera seni lukis Bali sebagai sebuah proses kreatif unggulan.
Proses kreatif seni kanvas tersebut berdampak positif terhadap pengembangan seni budaya, membangun sosial ekonomi masyarakat serta martabat seniman di forum internasional.
Proses pembelajaran seni lukis Bali dilakukan melalui jalur formal dan informal, yang keduanya secara terpadu mampu membangun identitas tersendiri. Melalui jalur formal seni lukis ditempatkan sebagai salah satu minat utama, di samping seni patung.
Dalam karaktristik pengembangan seni lukis dihadapkan pada persoalan identitas peta seni lukis dunia, terutama seni lukis barat yang pengaruhnya telah melanda dunia. "Kita dihadapkan pada arus besar untuk membangun dan mengembangkan identitas yang diharapkan dapat bersaing," ujar Murdana.
Pengembangan potensi lokal yang ditetapkan dalam kurikulum lembaga pendidikan formal seperti di ISI Denpasar mampu memberikan peluang besar dalam membangun identitas, meskipun tidak mungkin bisa dijawab dalam waktu singkat.
Langkah-langkah dan potensi perlu dipersiapkan dan digarap sejak dini, yang memungkinkan untuk dikompetisikan di tingkat internasional, salah satunya seni yang ditempatkan pada urutan terdepan, setelah bidang-bidang ilmu lainnya.
Beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi, bahwa seni lukis Bali telah mampu berbicara lintas budaya, lintas bangsa dan membawa citra tersendiri bagi Bali dan Indonesia umumnya.
Menurut Murdana, dua seniman warga negara asing masing-masing Walter Spies dan Rodulf Bonnet mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perubahan karya-karya pelukis di Pulau Dewata.
Walter Spies, warga negara Jerman dan Rodulf Bonnet, warga negara Belanda yang secara kebetulan menemukan inspirasi dalam merampungkan karya seni memunculkan kebebasan kreatif kepada seniman setempat.
Perubahan karya-karya seniman Bali dari seni lukis klasik ke kebebasan kreatif maupun perluasan tema terjadi sejak tahun 1929. Kedua seniman asing yang menyatu dalam kehidupan masyarakat Bali, bergabung dengan organisasi kelompok pelukis dan pematung Pita Maha Ubud.
Kedua seniman asing itu memberikan dorongan kepada seniman Bali untuk bersaing jati diri dalam menghasilkan karya seni yang baru. Identitas karya seni merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk pewayangan, dengan gerak yang lebih dinamis mendekati bentuk realistis dibandingkan dengan "pakem-pakem" seni lukis klasik Bali.
Munculnya unsur-unsur anatomi plastis, sinar, perspektif berkembangnya tema kehidupan sehari-hari dari sistem pewarnaan yang baru, tutur Murdana.
Tokoh pelukis yang muncul saat itu antara lain Gusti Nyoman Lempad, Anak Agung Gede Sobrat, Ida Bagus Made, Gusti Made Deblog, Gusti Ketut Kobot dan I Gusti Nyoman Molog. Sementara di Desa Batuan, Gianyar muncul gaya lukisan yang berbeda, yakni objeknya penuh sesak, tanpa ada ruang kosong sedikitpun, bentuknya ke kanak-kanakan tanpa perspektif.
Warna lukisan hitam putih yang amat pekat, menampilkan kesan magis, sehingga karya kanvas seniman dari Batuan menunjukkan karakter magis yang sangat kuat berbeda dengan kelompok Ubud, meskipun Rudolf Bonet dan Walter Spies sering bergaul ke Batuan, namun pengaruh karya-karya kedua seniman asing tu tidak tampak sama sekali, ujar Murdana.(*)
Kamasan Pusat Lukisan Klasik Bali
Senin, 25 Juli 2011 20:46 WIB