Denpasar (Antaranews Bali) - Kolaborasi empat grup musik dari sejumlah kabupaten di Bali dan Kota Solo, Jawa Tengah, membawakan garapan musik kontemporer bertajuk "Jalan-Jalan" dalam ajang "Bali Mandara Nawanatya" di Taman Budaya Denpasar, Minggu malam.
"Kami sudah siap sejak sebulan lalu dan kami pun mencoba menggabungkan dengan musisi Solo dengan tujuan pengembangan budaya itu sendiri," kata sesepuh Sanggar Eka Mandala Putra Karangasem, Made Brati, disela-sela pementasan tersebut.
Penampilan musik yang begitu apik itu merupakan kolaborasi antara Sanggar Eka Mandala Putra Karangasem, Sanggar Gora Yowana Budaya, Bali Musik Etnik, dan Smara Tantra yang jauh-jauh datang dari Solo.
Smara Tantra sebagai pembuka mempersembahkan penampilan apik bertajuk "Eling Calung" yang mengalun cepat dan membangkitkan seisi gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar.
Grup musik bergenre jazz ini pun kembali melanjutkan penampilan. Penampilan semakin unik dengan tergabungnya Sanggar Eka Mandala Putra Karangasem di tengah instrument musik jazz yang dibawakan Smara Tantra.
Selanjutnya, Sanggar Gora Yowana Budaya yang berdomisili di Negara, Kabupaten Jembrana, pun tak mau kalah dengan menampilkan instrumen jegog-nya. Jegog yang berwujud bambu besar itupun dipukul dengan penuh semangat oleh sembilan pemuda.
Tak berhenti pada instrumen, mereka pun memasukkan unsur vokal (nyanyian) ke dalam garapan jegog yang dimainkan. Alunan musik tak henti-hentinya datang, penampilan terakhir yang datang dari Bali Musik Etnik yang makin menyempurnakan suasana.
Garapan yang bertajuk "Jalan-Jalan" ini pun akhirnya sukses membuat penonton terpukau dengan beragam sajian alat musik yang unik dan etnik.
"Kami mengharapkan dengan adanya garapan ini mampu melahirkan penerus budaya khususnya dalam musik lokal itu sendiri," kata Made Brati.
Sementara itu, selaku pengamat seni sekaligus Ketua Studi Alat Musik Bali Dr I Nyoman Astita mengatakan penampilan musik kontemporer dari keempat musisi tersebut merupakan komposisi yang seimbang.
"Masing-masing mempunyai warna tersendiri, jegog dengan 3 level tempo yakni cepat, sedang, lambat. Jazz fussion yang ritmis dan melodis dan dipadu gamelan, Bali Musik Etnik dengan karya-karya musik ilustrasi yang menggambarkan suasana dan dituangkan dalam alat musik, semuanya unik dan seimbang," ujarnya.
Meskipun dinilai telah seimbang, namun kata Astita, ada sedikit bumbu yang harus ditambahkan.
"Sayangnya tadi hanya jegog yang menyajikan vokal (nyanyian). Kurangnya malam ini hanya vokalnya saja, dari jazz kurang ada penampilan vokalis khususnya soprano wanita dan Bali Musik Etnik mestinya bisa menambahkan vokal, sehingga memberikan warna lain yang lebih pekat," ujarnya.
Terlepas dari kekurangan tersebut, Astita sendiri mengaku senang dengan adanya rangsangan dari musisi lokal, sehingga dapat menyajikan hiburan yang edukatif untuk masyarakat. (ed)