Singaraja (Antaranews Bali) - Ribuan warga Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali mengeluhkan pembagian jatah kuota Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk masyarakat yang dinilai tidak merata.
"Kami tetap mengusulkan setiap tahun dan kalau ada penambahan. Tetapi, karena kuota terbatas, jadi hanya segitu kami mampu ajukan. Kedepan jika anggaran memadai, saya harapkan agar kebutuhan dan kuota disesuaikan, agar warga tidak resah," kata Perbekel Desa Bebetin, Ketut Laksana, di Singaraja, Selasa.
Masalahnya, dari sekitar 9.000 lebih warga Desa Bebetin, hanya yang terakomodasi dengan jatah KIS hingga tahun 2018 sekitar 3.000 lebih. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan jatah yang menerima KIS, kini membuat warga di desa itu resah.
Berdasarkan data yang diperoleh, di Desa Bebetin ada sebanyak 2.446 warga penerima KIS PBI Pusat, kemudian ada sebanyak 815 warga penerima KIS Kabupaten, sehingga totalnya baru sekitar 3.261 warga yang menerima KIS dari total 9.000 lebih warga.
Dengan kondisi itu, membuat sebagian besar warga mulai mempertanyakan, perihal adanya yang tidak mendapatkan jatah KIS.
"Selama ini kami mulai dari Kadus dan Perbekel menjadi bulan-bulanan warga. Mereka menuntut pemerataan, kami serba salah. Kami sudah sampaikan, kuota terbatas, tapi mereka tetap menuntut. Ya, kebetulan ada dewan (DPRD) kesini, kami sampaikan agar difasilitasi," katanya.
Sebelumnya, banyak warga yang sakit di desa tersebut masih belum menerima jatah KIS. Pemerintah Desa Bebetin pun sudah mengusulkan jatah KIS, namun akibat kuota terbatas membuat semua warga yang membutuhkan tidak mampu terakomodasi.
Saat ini, pihak Desa sudah mengusulkan 155 jatah KIS sesuai dengan kuota desa yang diberikan untuk tahun 2018. Untuk melancarkan program ini, harus mengacu pada program JKBM yang sebelumnya sempat wacanakan. Lewat program JKBM itulah, pemerintah daerah belajar agar terjadi pemerataan.
Salah satu Anggota DPRD Provinsi Bali, Nyoman Tirtawan, saat berkunjung ke Bebetin menyampaikan persoalan ini merupakan hal mendasar yang perlu disikapi bersama, sebab semestinya setiap program harus berlandasakan keadilan. Artinya, ada pemerataan.
"Ini hanya sekitar kurang lebih 30 persen baru terpenuhi. Di sisi lain, warga ingin mendapat KIS, tapi di sisi lain ada warga tidak mendapatkan karena kuota terbatas, ini adalah persoalan serius yang harus disikapi," tegas Tirtawan.
Ia menilai hal itu bisa dikembalikan ke program JKBM. "Saya akan bahas ini bersama pemerintah. Intinya saya berharap, agar program itu bisa langsung menyentuh masyarakat," kata Tirtawan. (ed)