Denpasar (Antaranews Bali) - Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan Hari Suci Tumpek Uye merupakan momentum bagi umat Hindu untuk menunjukkan bentuk rasa kasih sayang pada binatang.
"Secara filosofis, semua umat manusia sebenarnya berutang budi pada binatang, misalnya kepada anjing kita berutang karena telah menjaga siang-malam, pada sapi kita berutang dari susunya serta dapat digunakan untuk membajak, dan sebagainya," kata Sudiana di Denpasar, Jumat.
Tumpek Uye jatuh setiap 210 hari sekali, tepatnya pada hari Sabtu Kliwon wuku Uye. Di Bali, hari Tumpek Uye juga sering disebut dengan istilah Tumpek Kandang.
Umat Hindu di Bali, kembali akan merayakan Tumpek Uye pada Sabtu (20/1). Biasanya sejumlah sarana persembahan akan dihaturkan pula di kandang ayam, kandang sapi, maupun kandang binatang kesayangan.
"Hal ini karena umat manusia juga merasakan bagaimana Tuhan memberikan anugerah kepada manusia untuk memiliki binatang maupun hewan peliharaan. Selain itu, sesungguhnya antara manusia dengan lingkungan, termasuk binatang, harus saling memberi dan menerima," ujar Rektor IHDN Denpasar itu.
Menurut Sudiana, ketika binatang dan hewan diberikan upacara dan kasih sayang yang mendalam, mereka juga akan asih dengan manusia. Binatang pun akan mengerti apa yang dilakukan terhadap mereka.
"Pada Tumpek Uye, umat Hindu juga memohon kepada Sanghyang Rare Angon sebagai dewanya para binatang agar dapat memberikan anugerah binatang peliharaan menjadi sehat, memiliki anak yang banyak, bisa dimanfaatkan, serta binatang yang lainnya supaya tidak punah dari muka bumi," katanya.
Oleh karena itu, tambah Sudiana, Tumpek Uye pun juga sarat dengan nilai pelestarian agar binatang yang langka dan hampir punah juga terus dilestarikan.
"Nilai pelestarian dalam Tumpek Uye ini sangat berarti bagi alam semesta, di samping menjadi bentuk pemujaan kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Rare Angon," ujarnya. (WDY)