Singaraja (Antara Bali) - Berbagai kalangan umat Hindu di Kabupaten Buleleng, Bali, melaksanakan ritual persembahyangan dalam rangka Hari Suci Kuningan sebagai salah satu rangkaian dari Hari Suci Galungan.
"Kuningan dilaksanakan setelah sepuluh hari Galungan. Persembahyangan biasanya dilalukan di pura keluarga dan `Pura Kahyangan Tiga` atau tiga Pura utama di wilayah desa adat," kata Wakil Ketua Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Buleleng, Kadek Duwika, di Singaraja, Sabtu.
Kuningan dilaksanakan meriah oleh segenap warga Hindu di Pulau Dewata. Selain sebagai simbol pelaksanakan bhakti kepada Tuhan, juga dijadikan sarana berkumpul dan bertegur sapa dengan sanak keluarga.
Duwika menjelaskan bahwa umat Hindu pada Kuningan berbondong-bondong melaksanakan persembahyangan bersama, mulai dari dewasa hingga anak-anak.
Besar-kecilnya ritual pun berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya di Bali. Ada yang melaksanakan ritual secara sederhana, ada pula yang melaksanakan ritual besar.
"Agama Hindu memiliki konsep desa, kala, patra. Pelaksanaan persembahyangan menyesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan di desa masing-masing," tutur dia.
Selain itu, pelaksanaan ritual pada Hari Kuningan juga ditandai dengan pembuatan nasi kuning sebagai panganan khas yang harus dihidangkan, baik untuk persembahan maupun konsumsi keluarga.
"Nasi kuning merupakan keharusan dalam Kuningan. Biasanya dikombinasikan dengan makanan khas Bali seperti sate, lawar dan lainnya," terang dia.
Sementara itu, Akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, Putu Sanjaya MAg mengungkapkan bahwa Kuningan merupakan Hari Suci yang jatuh pada 10 hari setelah Galungan. Kuningan secara kalender Bali yakni pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan.
"Secara makna dapat dipaparkan bahwa `Kuningan` memiliki makna 'kauningan' yang artinya mencapai peningkatan spiritual dengan cara introspeksi diri dan mulat sarira," terang dia. (*)