Kuta (Antara Bali) - United Nations Institute for Disarmament Research (UNIDIR) atau PBB dari Lembaga Penelitian Perlucutan Senjata bersama Uni Eropa dan pemerintah Indonesia menggelar seminar untuk mendukung negosiasi perjanjian perdagangan senjata di Kuta, Bali, Senin.
"Masalah terorisme juga akan didiskusikan dalam forum ini, terutama tentang tindakan konkrit untuk mencegah agar senjata tidak jatuh ke tangan para teroris," kata Tajiro Kimura, Direktur Pusat Regional PBB untuk Perdamaian dan Perlucutan Senjata di Asia dan Pasifik di Kuta, Bali.
Pernyataan tersebut disampaikan usai pembukaan seminar bertema "Supporting the arms trade treaty negotiations through regional discussions and expertise sharing".
"Selain masalah terorisme, pertemuan ini juga akan mendiskusikan aturan transfer senjata dari satu negara ke negara lain, apa saja jenis senjatanya, dan bagaimana penerapan aturan atau kewajiban dari negara-negara tersebut di tingkat nasional," ungkapnya.
Menurut Kimura, penerapan aturan perdagangan senjata inilah yang menjadi sebuah tantangan besar bagi setiap negara yang akan mempersiapkan aturan atau undang-undang untuk meningkatkan pengendalian terhadap perdangan senjata.
"Negara-negara berkembang memerlukan bantuan untuk penerapan aturan ini, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama internasional," imbuhnya.
Tajiro Kimura mengatakan, seminar tersebut merupakan bagian dari serangkaian acara regional yang diselenggarakan oleh UNIDIR untuk Uni Eropa dalam mendukung negosiasi dari ATT, yang dijadwalkan untuk tahun 2012, dengan memastikan bahwa proses tersebut merupakan inklusif dan perjanjian masa depan.
Seminar yang dihadiri oleh sekitar 30 negara Asia Timur dan Pasifik itu berlangsung selama tiga hari hingga 8 Juni 2011.
Sementara itu, Wakil Dirjen Kementerian Luar Negeri RI Dominicus Supratikto menjelaskan bahwa aturan perdagangan senjata merupakan suatu hal yang penting terutama terkait industri senjata di Indonesia sendiri.
"Tentunya ini terkait dengan industri perdagangan kita sendiri, jangan sampai industri senjata kita itu tidak bisa maju hanya gara-gara kita kebanjiran adanya import senjata. Kalau kita bisa memberikan kontribusi, itu dapat memberi peluang untuk industri kita, bila perlu kita bisa mengembangkan ekspor ke negara lain," ujarnya.
Dominicus menganggap bahwa perdagangan senjata merupakan perdagangan yang besar apabila negara Indonesia dapat merebut pasar maka aspek ekonomi dianggap mampu membantu negara.
"Tentunya kalau kita bicara mengenai kontribusi, harus ada suatu 'balance' antara negara impor dan ekspor, disitu peran kita. Kalau aturannya 'balance' ada kesamaan posisi itu menjadikan negara berkembang seperti kita itu bisa berkontribusi, tapi kalau tanpa aturan kita itu yang akan kerepotan, kita akan kesulitan disitu. Maka dengan ATT inilah kita juga bisa mendapatkan kapasiti, suatu kapasiti untuk mengembangkan industri senjata kita," katanya.(*)