Nusa Dua (Antara Bali) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menegaskan, bisnis dan partai politik berpotensi menjadi mesin korupsi dalam modus penyuapan jika menafikan etika berbisnis dan berpolitik.
"Saya prihatin melihat praktik penyogokan ini mejadi fenomena umum sehingga harus diantisipasi," katanya kepada pers, di Nusa Dua, Bali, Selasa.
Menurutnya, ketika etika bisnis semakin tercerabut, maka bisnis menjadi mesin korupsi. Dan ketika itu masuk ke parpol, maka parpol pun menjadi bagian mesin korupsi.
"Penyuapan akan merusak transparansi parpol. Itu yang harus kami cegah,"ujarnya.
Muqoddas menjadi tuan rumah konferensi internasional 39 negara tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi di Nusa Dua, Bali, selama dua hari.
Agenda utama konferensi bertajuk "Membentuk Dunia Baru - Memerangi Penyuapan Dalam Transaksi Bisnis Internasional" itu menyamakan persepsi landasan hukum bersama pemberantasan korupsi dan pembentukan pemerintahan bersih.
Menurut dia, mutlak diperlukan komitmen internasional untuk memberantas penyuapan bisnis secara internasional.
Penyuapan bisnis ini berarti penyuapan kepada pejabat publik satu negara oleh perusahaan multinasional di negara itu atau sebaliknya, terutama dalam hal ekspor-impor.
"Secara nasional kami terus berupaya, diantaranya KPK sudah masukkan usulan rancangan revisi UU Tindak Pidana Korupsi tentang penyuapan untuk bisa dikriminalisasi. Kami mendesak agar momentum revisi Undang-undang ini juga merespon penyuapan dari pejabat luar," katanya.
Di balik usulan itu, katanya, KPK sebenarnya prihatin bagaimana cara melindungii partai politik jangan sampai terjebak dengan penyaluran dana-dana yang nanti akan menyeret orang-orang partai politik ke tuntutan pidana.
"Kami berkepentingan bagaimana partai politik bisa bersih dan tidak banyak berurusan dengan penegakan hukum," katanya.
Kecenderungan penyuapan yang ditangani KPK melibatkan politisi, katanya, sangat kental terjadi.
"Salah satu antisipasi paling tepat melalui politik legislasi. Operasionalnya bisa dikriminalisasi, yang petinggi itu. Proses legislasi yang nanti bisa diendus ada indikasi penyuapan, kami bisa segera masuk. Cuma UU kita baru menjangkau pada pejabat publik," katanya.
Jika kalangan politisi bisa dikriminilisasi, katanya, maka tidak demikian halnya dengan kalangan swasta.
"Ini yang masih kosong. Konsekuesinya revisi UU Tindak Pidana Korupsi harus inhern dengan Undang-undang KPK. Tidak bisa berlawanan. Kalau Pak Marzuki sudah mengiyakan, tapi khan banyak partai politik lain," katanya. (*)
Bisnis Dan Parpol Bisa Jadi Mesin Korupsi
Selasa, 10 Mei 2011 13:00 WIB