Denpasar (Antara Bali) - Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry menyatakan ketimpangan pembangunan antarkabupaten dan kota di Pulau Dewata adalah fakta dan nyata karena belum adanya kesamaan visi dan misi.
"Selain belum ada kesamaan visi dan misi, salah satu faktornya karena adanya ketimpangan kemampuan APBD masing-masing kabupaten dan kota. Ada kabupaten yang APBD-nya sangat tinggi, tapi daerah lain sangat kecil," kata Sugawa Korry kepada Antara, Senin.
Ia mengatakan ketimpangan kemampuan APBD itu dipengaruhi oleh kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-masing kabupaten dan kota. Di Bali, Kabupaten Badung memiliki PAD yang sangat tinggi dibandingkan kabupaten dan kota lainnya.
"Misalnya kabupaten Tabanan yang luasnya dua kali Badung, PAD-nya hanya seperduabelas PAD Badung. Karangasem yang luasnya sama dengan Badung, PAD-nya sepersebelas PAD Kabupaten Badung. Demikian juga Buleleng yang luasnya tiga kali Badung, PAD-nya hanya sepersebelas Badung," kata Sugawa Korry menjelaskan.
Menurut politikus Partai Golkar itu, bahwa faktor penyebab ketimpangan kemampuan PAD karena dari Pajak Hotel dan Restoran (PHR).
"Sangat ironis pariwisata yang dibangun berbasis budaya Bali, dan didukung oleh seluruh masyarakat Bali tetapi hasil pajaknya (PHR) mayoritas dinikmati oleh Kabupaten Badung. Kondisi ini menyebabkan ketimpangan infrastruktur antardaerah, dan dampaknya ketimpangan penduduk miskin, pendapatan perkapita dan indeks pembangunan manusia (IPM) yang sangat signifikan," ujarnya
Karena itu, kata dia, agar ke depannya tidak berdampak negatif secara lebih luas, Sugawa Korry menyarankan untuk dilakukan revisi terhadap UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara-Pemerintah Pusat dan Daerah, dan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Tujuannya agar terwujud keadilan di Bali maupun secara nasional. Sehingga kami harapkan tidak ada lagi ketimpangan pembangunan dan sumber daya manusia ke depannya," katanya. (WDY)