Denpasar (Antara Bali) - Dinas Pariwisata Provinsi Bali menginginkan promosi desa wisata lebih digencarkan sehingga dapat semakin menarik minat wisatawan mancanegara untuk mengunjunginya.
"Kalau sekarang, mungkin belum semua wisatawan mengetahui keberadaan desa wisata. Oleh karena itu, promosi desa wisata masih sangat diperlukan," kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Anak Agung Gede Yuniartha Putra, di Denpasar, Senin.
Pihaknya mengharapkan adanya sinergi dengan pemerintah kabupaten/kota dalam promosi desa wisata, misalnya lewat brosur- brosur yang kemudian dipromosikan kepada wisatawan.
Di samping itu, Yuniartha juga berniat bekerja sama dengan Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) serta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia untuk menjadikan desa wisata sebagai "anak angkat".
"Dengan demikian, ketika ada wisatawan yang menginap di salah satu hotel, juga bisa ditawarkan untuk berkunjung ke desa wisata," ucapnya.
Di sisi lain, menurut dia, untuk mengembangkan desa wisata sesungguhnya tidaklah sulit karena kehidupan orang Bali mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi itu sesungguhnya merupakan suatu atraksi.
"Kehidupan masyarakat Bali yang kental dengan kegiatan adat dan budaya itu umumya disukai oleh wisatawan dari Eropa, misalnya kaum wanita yang melaksanakan ritual `mesaiban` dan kaum pria Bali yang melakukan kegiatan adat di banjar (dusun adat)," kata Yuniartha.
Oleh karena itu, lanjut dia, atraksi di desa wisata tidak mesti harus melibatkan orang-orang dalam jumlah besar yang mementaskan kesenian tertentu.
"Bahkan Bali juga telah menjadi contoh bagi desa wisata di daerah lain, karena sembilan kabupaten/kota di daerah kita ini punya saja perbedaan," ujarnya.
Namun, dia tidak memungkiri salah satu kelemahan desa wisata itu dari sisi kurangnya konsistensi pengelola terhadap program-program yang dijalankan.
Yuniartha menambahkan, tahun ini untuk seluruh Bali rencananya akan dibentuk 10 desa wisata yang usulannya disampaikan dari kabupaten/kota.
"Kami tidak berwenang lagi untuk memberikan bantuan dana karena untuk kegiatan desa wisata didasarkan pada anggaran Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) seiring dengan kian besarnya dana desa dari pemerintah pusat. Kami sudah diwanti-wanti hanya boleh selaku pembina," katanya. (WDY)