Perkampungan seniman Ubud yang kini menjadi "satu titik desa dunia", tempat manusia-manusia lintas negara bertemu, merengguk keindahan dan tradisi lestari yang diwarisi masyarakat secara turun temurun.
Nuansa perdesaan itu kini mampu mengantarkan Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali sebagai tempat yang ideal menjadi salah satu destinasi wisata dambaan pelancong mancanegara.
Kawasan yang dikenal secara meluas oleh masyarakat dari berbagai negara itu merupakan pusat kesenian dan budaya Bali, serta berjejer banyak museum dan galeri yang memiliki daya tarik tersendiri.
Di tempat itu pula ada puluhan hotel berbintang, vila dan fasilitas pendukung pariwisata lainnya, bahkan pembangunan menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat itu semakin pesat, tutur Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati.
Salah seorang putra terbaik kelahiran Ubud yang akrab disapa Cok Ace itu melarang seluruh pengelola hotel di Kecamatan Ubud untuk mementaskan kesenian Bali di dalam kawasan hotelnya masing-masing.
Hal itu dimaksudkan agar wisatawan yang menginap di hotel-hotel di kawasan Ubud itu diajak untuk menyaksikan secara langsung asal mulanya kesenian tarian Bali tersebut. Dengan demikian wisatawan mancanegara maupun nusantara akan mendapat kesan yang riil tentang seni budaya Bali.
Berbagai jenis kesenian Bali bukan hanya sekedar untuk menghibur wisatawan yang datang ke Pulau Dewata, namun menari maupun menabuh (megambel) melibatkan anak-anak, remaja, orang dewasa hingga orang tua sebagai persembahan dalam ritual keagamaan umat Hindu.
Bali tiada hari tanpa alunan suara gamelan mengiringi olah gerak tari. Alunan instrumen musik tradisional itu menjadi denyut nadi Pulau Dewata. Puspa ragam ekspresi seni tari tersaji dalam ritual keagamaan, tampil dalam upacara adat, peristiwa sosial maupun sebagai tontonan wisatawan.
Oleh sebab itu wisatawan dalam dan luar negeri agar dapat diajak menyaksikan kesenian Bali di desa-desa asal mula pengembangannya, karena hampir sebagian besar daerah perdesaan di Ubud merupakan pusat pengembannya.
Tari kecak yang monumental misalnya diciptakan di Bedulu, dekat objek wisata Goa Gajah oleh salah seorang seniman setempat I Wayan Limbak bersama Walter Spies, warga negara Jerman yang datang ke Bali sekitar tahun 1930-an.
Limbak (alm) yang sejak usia anak-anak senang alat musik tradisional Bali (gamelan) dan menguasai tari jauk, tari baris dan tari calonarang secara tidak sengaja bertemu dengan Walter Spies.
Dua seniman yang berbeda latar belakang seni, budaya dan etnis itu mengadakan dialog. Dari hasil garapan yang dilakukan itu melahirkan sebuah pertunjukkan tari kecak, yang kini boleh dikatakan menjadi "maskot" tari Bali yang monomental dan tersohor di dunia.
Garapan dua seniman Limbak-Walter Spies 87 tahun yang silam, menjadi salah satu bukti, bahwa seniman Bali saat itu sudah mengenal adanya kolaborasi, yang beberapa tahun belakangan marak dilakukan, baik dalam bidang seni lukis maupun pagelaran.
Perpaduan dua unsur seni antara barat dan timur sebenarnya belum terpikirkan saat itu, seperti halnya era sekarang ini, namun kenyataan menunjukkan tari kecak yang diciptakan itu mampu mencerminkan keterpaduan kedua unsur tersebut.
Tari kecak yang kini sudah mendunia menjadi "ladang subur" bagi seniman Bali untuk berkolaborasi dengan seniman mancanegara. Puluhan koreografi antara lain dari Jepang, Amerika, Kanada dan negara-negara Eropa pernah mementaskan tarian kecak dalam ikut memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) aktivitas seni tahunan di Pulau Dewata.
Dampak positif
Cok Ace yang juga mantan Bupati Gianyar itu menilai, mengajak wisatawan mancanegara dan nusantara menyaksikan kesenian Bali di desa-desa asal mulanya kesenian itu berkembang memberikan dampak positif dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat setempat.
Hal itu akan menguntungkan semua pihak yakni pramuwisata mendapat kesempatan untuk mengantarkan tamunya, demikian juga biro perjalanan wisata, usaha kuliner masyarakat serta usaha kerajinannya ikut laku terjual saat pelancong datang untuk menyaksikan aktivitas seni budaya itu.
Untuk itu perdesaan yang menjadi pusat kesenian Bali itu tetap dipelihara dan dikembangkan dengan harapan dapat mempercepat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, disamping meningkatkan masa lama tinggal wisatawan di Bali.
Selain pengembangan kesenian kecak di Bedulu, Ubud juga kesenian barong dikembangkan di Desa Pagutan, Batubulan, serta tarian legong di Desa Peliatan, Ubud.
Upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan daya tarik wisatawan datang ke Ubud karena kesenian yang disuguhkan akan lebih berkualitas, sekaligus pelancong bergairah menikmatinya.
Hal itu berbeda jika semua pementasan kesenian Bali dilakukan di hotel, dengan sekaa gong yang tidak memadai jumlah personelnya bisa menurunkan kualitas dari kesenian itu, sehingga memperburuk citra kesenian tersebut.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali A.A Gede Yuniartha Putra mengatakan, pihaknya melakukan berbagai upaya dan terobosan dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan lama tinggal di Pulau Dewata.
Hal itu melibatkan semua pihak pelaku wisata dan masyarakat, karena dengan adanya kebersamaan akan timbul rasa menjaga lingkungan alam Bali. Setiap daerah di sembilan kabupaten dan kota memiliki ciri kekhasan tersendiri. Keunikan seni budaya, keindahan panorama alam serta hasil industri kreatif dapat mendukung pengembangan pariwisata Bali ke depan.
Bali selama tahun 2016 menerima kunjungan 4,92 juta wisatawan mancanegara, meningkat 23,14 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 4,001 juta orang.
Kunjungan wisman tersebut melampaui sasaran, karena target tahun 2016 hanya 4,2 juta orang. Sementara Bali dalam tahun 2017 mempunyai sasaran untuk mendatangkan 5,5 juta wisman. Untuk itu memerlukan dukungan dan peran serta semua pihak, terutama mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat yang mantap. (WDY)
Hotel Di Ubud Larang Pentaskan Kesenian Bali
Senin, 20 Februari 2017 17:41 WIB