Denpasar (ANTARA) - Festival Bali Berkisah yang diinisiasi oleh Ubud Writers & Readers Festival, bekerja sama dengan Dana Indonesiana dan LPDP menampilkan keragaman karya sastra Bali di berbagai lokasi di Denpasar dengan Rumah Tanjung Bungkak sebagai venue utamanya.
Di Denpasar, Bali, Selasa, Curator I Made Sujaya dan Ni Made Purnama Sari dalam keterangan tertulis mengatakan, tema yang diusung dalam festival ini adalah Nusaning Carita atau Bali Pulau Cerita.
Festival yang dimulai tanggal 9 Desember itu hendak menjadi ajang perayaan kekayaan kesusastraan dan kebudayaan Bali, yang ingin mendorong para peserta untuk sekaligus merenungkan konteks sosial dan historis yang melingkupinya, melalui beberapa mata acara.
“Kami memandang tema ini cukup relevan untuk menghadirkan kembali keberagaman kisah yang pernah ada dan menjadi napas kehidupan masyarakat Bali. Kita menemukan begitu banyak karya sastra dari para pengarang Bali yang mengawinkan mitos dan dongeng ke dalam prosa-prosanya, sebagaimana juga karya yang menyoroti kondisi adat budaya dalam realitas masyarakat sekarang,” kata kurator festival Bali Berkisah Ni Made Purnama Sari.
Purnama Sari menyatakan melalui topik-topik diskusinya, Festival menghadirkan lagi linimasa kisah-kisah yang pernah tercipta, yang terinspirasi dari masa lalu, ditautkan dengan situasi kini, dan mudah-mudahan mampu menjadi refleksi masa depan.
Untuk mendukung misi tersebut, maka diskusi panel tentang kesusastraan dan kebudayaan Bali yang dibingkai oleh konteks historis dan tantangan sosial-budaya terkini yang sedang dihadapi pulau tersebut akan menjadi suguhan utama dari festival ini.
Sesi-sesi diskusi ini juga akan membahas bagaimana adat dan tradisi Bali ditampilkan dalam berbagai karya sastra dan kajian akademis, baik yang dituliskan oleh para sastrawan dan akademisi lokal maupun asing.
Selain membahas karya sastra dan seni Bali melalui kerangka tersebut, festival ini juga berupaya meletakkan kesusastraan Bali dalam lingkup yang lebih besar yaitu kedudukannya dalam khazanah sastra Indonesia.
Diskusi tentang isu-isu ini diharapkan dapat memicu para peserta festival untuk memikirkan kembali masa lalu dan masa kini kesusastraan Bali, untuk dapat menciptakan sebuah visi tentang kemana kesusastraan Bali akan dibawa nantinya.
Selain tema besar yang telah diangkat di atas, pada umumnya, Festival Bali Berkisah juga bertujuan untuk memantik kreativitas para pengunjungnya, terutama para anak muda.
Sementara itu, Ketua Yayasan Mudra Swari Saraswati Dwi Ermayanthi mengatakan kebudayaan dan kesenian telah menjadi bagian yang sangat penting dalam identitas Bali.
Dia berharap acara itu dapat menginspirasi para peserta untuk semakin dalam mengeksplorasi kreativitas mereka.
"Selain memantik semangat baru di antara mereka-mereka yang telah lama berkarya, festival ini juga diharapkan dapat menanam benih-benih baru yang akan menjadi masa depan kebudayaan dan kesenian Bali,” ujar Dwi Ermayanthi.
Adapun mata acara yang disuguhkan dalam festival ini mengambil bentuk diskusi panel, lokakarya, program sekolah, wisata literasi dan kebudayaan kota, pertunjukan seni, pameran seni dan pasar kreatif.
Festival ini menampilkan berbagai sastrawan, seniman, akademisi serta budayawan Bali terkemuka, baik yang masih di awal karir mereka maupun yang sudah mapan, seperti Cok Sawitri, Gde Aryantha Soethama, Made Taro, Mas Ruscitadewi, Ni Nyoman Sani, Nirartha Bas Diwangkara, Oka Rusmini, Pranita Dewi, Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, Putu Supartika, Rai Pendet, Putu Fajar Arcana, Raka Jana dan Wayan Jengki Sunarta, dan masih banyak lagi.
Beberapa sesi akan diadakan di ISI Denpasar dan TAT Artspace, sementara program sekolah diadakan di SDN 13 Sesetan, SMPN 1 Denpasar dan SMAN 3 Denpasar.