Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan setuju terhadap wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus, sebagai upaya untuk mengurangi orang merokok.
"Tetapi jangan pikir harga naik terus, orang lantas berhenti merokok. Kalau orang mau ngerokok ya ngerokok saja. Itu repotnya," kata Pastika, di Denpasar, Selasa.
Selain itu, tambah dia, jika harga rokok dinaikkan, bisa jadi masyarakat kembali membeli tembakau seperti zaman dahulu dan melinting sendiri. Apalagi kalau masyarakat miskin yang seharusnya membeli beras, justru membeli rokok, sehingga keadaan menjadi semakin kacau.
"Ngelinting dia, namanya tingwe (ngelinting dewe). Zaman dulu begitu, bahkan kalau di desa-desa, ngerokok pakai kulit jagung, orang kita tanam sendiri tembakaunya," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Pastika, kesadaran harus ditumbuhkan pada masyarakat untuk tidak merokok. "Janganlah ngerokok, kita `kan sudah buat perda dilarang merokok. Di sini juga dilarang merokok, kesadaran kita saja. Semua harus kembali pada diri kita," ucapnya.
Di sisi lain, kata Pastika, juga harus dipikirkan nasib dari para buruh dan petani tembakau jika wacana kenaikan harga rokok ini diimplementasikan oleh pemerintah.
Pihaknya mengharapkan pemerintah pusat tidak berpikir sepotong-sepotong terhadap rencana tersebut. Harus disiapkan terlebih dahulu pekerjaan bagi para petani tembakau. "Jangan harga naik, orang berhenti ngerokok, petani tembakau tidak kerja lagi. Bahaya juga itu," ujarnya.
Pastika menyadari tujuan dari yang membuat riset tentang kenaikan harga rokok itu karena rokok dapat memicu bermacam-macam penyakit.
Usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus merupakan hasil studi dari Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany.
Studi ini mengungkap kemungkinan perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Hasilnya, 80 persen bukan perokok setuju jika harga rokok dinaikkan.
"Dalam studi ini, para perokok bilang kalau harga rokok di Indonesia naik jadi Rp50 ribu per bungkus, mereka akan berhenti merokok. Belum lagi ada tambahan dana Rp70 triliun untuk bidang kesehatan," ujar Hasbullah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Tetapi jangan pikir harga naik terus, orang lantas berhenti merokok. Kalau orang mau ngerokok ya ngerokok saja. Itu repotnya," kata Pastika, di Denpasar, Selasa.
Selain itu, tambah dia, jika harga rokok dinaikkan, bisa jadi masyarakat kembali membeli tembakau seperti zaman dahulu dan melinting sendiri. Apalagi kalau masyarakat miskin yang seharusnya membeli beras, justru membeli rokok, sehingga keadaan menjadi semakin kacau.
"Ngelinting dia, namanya tingwe (ngelinting dewe). Zaman dulu begitu, bahkan kalau di desa-desa, ngerokok pakai kulit jagung, orang kita tanam sendiri tembakaunya," ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Pastika, kesadaran harus ditumbuhkan pada masyarakat untuk tidak merokok. "Janganlah ngerokok, kita `kan sudah buat perda dilarang merokok. Di sini juga dilarang merokok, kesadaran kita saja. Semua harus kembali pada diri kita," ucapnya.
Di sisi lain, kata Pastika, juga harus dipikirkan nasib dari para buruh dan petani tembakau jika wacana kenaikan harga rokok ini diimplementasikan oleh pemerintah.
Pihaknya mengharapkan pemerintah pusat tidak berpikir sepotong-sepotong terhadap rencana tersebut. Harus disiapkan terlebih dahulu pekerjaan bagi para petani tembakau. "Jangan harga naik, orang berhenti ngerokok, petani tembakau tidak kerja lagi. Bahaya juga itu," ujarnya.
Pastika menyadari tujuan dari yang membuat riset tentang kenaikan harga rokok itu karena rokok dapat memicu bermacam-macam penyakit.
Usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus merupakan hasil studi dari Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany.
Studi ini mengungkap kemungkinan perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Hasilnya, 80 persen bukan perokok setuju jika harga rokok dinaikkan.
"Dalam studi ini, para perokok bilang kalau harga rokok di Indonesia naik jadi Rp50 ribu per bungkus, mereka akan berhenti merokok. Belum lagi ada tambahan dana Rp70 triliun untuk bidang kesehatan," ujar Hasbullah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016