Denpasar (Antara Bali) - Peneliti asal Meksiko, Miguel Covarrubias yang meneliti dan mengkaji Subak di Bali pada 83 tahun lalu, ternyata juga terkait dengan substansi pajak yang harus dibayar para petani atas lahan sawah garapannya, kata Prof Dr I Wayan Windia.
Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana ini, di Bali, Selasa, menilai kajian Miguel tersebut masih relevan, dan terus dibicarakan sampai sekarang, termasuk tentang pajak bagi petani yang kini dikenal dengan pajak bumi dan bangunan (PBB).
Ia mengatakan masalah pajak bagi petani sejak zaman kerajaan di awal abad 20 selalu dirasakan sangat memberatkan, menyakitkan dan "mematikan" petani.
Meskipun, kata dia, porsi PBB dalam proses biaya usaha tani dinilai belum begitu besar dan signifikan sekitar sepuluh persen, namun pajak dirasakan berat bagi petani.
Oleh sebab itu petani harus menyediakan uang tunai pada hari H pemungutan pajak. Padahal kehidupan petani nyaris tidak pernah memiliki uang cash yang cukup. (*/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana ini, di Bali, Selasa, menilai kajian Miguel tersebut masih relevan, dan terus dibicarakan sampai sekarang, termasuk tentang pajak bagi petani yang kini dikenal dengan pajak bumi dan bangunan (PBB).
Ia mengatakan masalah pajak bagi petani sejak zaman kerajaan di awal abad 20 selalu dirasakan sangat memberatkan, menyakitkan dan "mematikan" petani.
Meskipun, kata dia, porsi PBB dalam proses biaya usaha tani dinilai belum begitu besar dan signifikan sekitar sepuluh persen, namun pajak dirasakan berat bagi petani.
Oleh sebab itu petani harus menyediakan uang tunai pada hari H pemungutan pajak. Padahal kehidupan petani nyaris tidak pernah memiliki uang cash yang cukup. (*/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013