Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali meminta Majelis Hakim untuk menolak keberatan terdakwa Ketut Riana, Bendesa Adat Berawa, Kabupaten Badung, Bali dalam kasus dugaan pemerasan investor.
 
Jaksa Hendri Yoseph Kindangin, Nengah Astawa dan kawan-kawan dalam jawaban terhadap pembelaan penasehat hukum terdakwa Ketut Riana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kamis, menyatakan semua alasan keberatan yang disampaikan oleh penasehat hukum terdakwa tidak beralasan dan harus ditolak secara keseluruhan.
 
"Kami Jaksa Penuntut Umum, dengan ini memohon agar Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Denpasar yang memeriksa dan mengadili perkara ini menolak dan menyatakan tidak dapat diterima semua keberatan tim penasihat hukum terdakwa," katanya di hadapan Majelis Hakim pimpinan Gde Putra Astawa.
 
Jaksa meminta hakim untuk menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tanggal 17 Mei 2024 adalah sah dan telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap, serta memenuhi syarat formil dan materiil seperti yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca juga: Bendesa Adat Berawa singgung kasus OTT imigrasi yang hukuman tak jelas
 
Selain itu, JPU meminta hakim melanjutkan pemeriksaan perkara terdakwa I Ketut Riana dengan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tanggal 17 Mei 2024 yang telah dibacakan pada tanggal 30 Mei 2024 sebagai dasar pemeriksaan perkara.
 
Jaksa menanggapi status pegawai negeri yang ditolak oleh penasehat hukum terdakwa Ketut Riana dengan menjabarkan pengertian Pegawai Negeri sebagaimana diatur dan dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor).
 
JPU menerangkan subjek yang dikategorikan sebagai pegawai negeri meliputi pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian, pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah serta orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

Baca juga: Jaksa ungkap Bendesa Berawa peras investor Rp50 juta untuk bayar utang
 
Karena itu, berdasarkan pengertian pegawai negeri Pasal 1 angka 2 UU Tipikor, maka jelaslah UU Tipikor memperluas pengertian pegawai negeri tidak hanya sebatas pada pengertian pegawai negeri dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian, melainkan juga terdapat orang-orang yang walaupun bukan merupakan pegawai negeri dalam pengertian Undang-Undang Kepegawaian namun dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi digolongkan sebagai Pegawai Negeri.
 
"Dalam surat dakwaan kami, telah dinyatakan secara terang dan jelas bahwa terdakwa selaku Bendesa Adat Berawa yang adalah pucuk pengurus pemerintahan adat Desa Berawa sebagai subyek hukum dalam sistem pemerintahan Provinsi Bali," kata Jaksa.
 
JPU membeberkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, Bendesa Adat merupakan pemegang kewenangan pengelolaan keuangan desa adat yang bersumber dari Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi.
 
Selanjutnya, Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Gubernur Bali Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali, terdakwa Ketut Riana wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran Desa Adat kepada Gubernur melalui perangkat daerah yang menangani desa adat.
 
Selanjutnya, atas jabatan dan pelaksanaan tugasnya tersebut, terdakwa Ketut Riana memperoleh gaji atau upah atau imbalan yang bersumber dari Keuangan Daerah Provinsi Bali yang pada tahun 2023 dan 2024 sebesar Rp2.500.000 per bulan.
 
Tak hanya itu, Ketut Riana sebagai terdakwa juga mendapatkan honor dari Pemerintah Kabupaten Badung berdasarkan Keputusan Bupati Badung Nomor 48/043/HK/2020 tanggal 2 Januari 2020 tentang Pemberian Honorarium Bendesa Adat, Kelian Banjar Adat, yang setiap tahunnya diperbarui dan pada Tahun 2023 berdasarkan Keputusan Bupati Badung Nomor 120/043/HK/2023 tanggal 2 Januari 2023 tentang Pemberian Honorarium Bendesa Adat/Bendesa Ageng dan Kelian Banjar Adat Dalam Pelestarian dan Pengembangan Adat Budaya Bali pada Sub Kegiatan Pembinaan Sumber Daya Manusia, Lembaga dan Pranata Adat sebesar Rp3 juta per bulan.
 
Dengan demikian, kata JPU, terdakwa sudah memenuhi kualifikasi sebagai pegawai negeri sebagaimana diatur dan dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 huruf c UU Tipikor yaitu orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah.
 
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis 20 Juni 2024 dengan agenda putusan sela.

 

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024