Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana menyatakan, tindakan pemerasan yang diduga dilakukan oleh Bendesa/Kepala Desa Berawa, Kabupaten Badung berinisial RK, merusak citra pariwisata dan iklim investasi dan usaha di Pulau Dewata.
"Hal ini telah merusak nama baik Bali di mata investor nasional, internasional. Kami lakukan (penangkapan) untuk menjaga nama baik budaya adat Bali," kata Sumedana saat menggelar konferensi pers operasi tangkap tangan (OTT) Bendesa Adat Berawa di Kejaksaan Tinggi Bali, Denpasar, Kamis.
Sumedana yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung itu menyatakan, tidak akan menolerir upaya pemerasan yang dapat menghancurkan iklim investasi di Pulau Dewata.
Sumedana berharap tindakan pemerasan yang dilakukan oleh petugas desa adat seperti yang dilakukan oleh Bendesa Adat Berawa RK tidak terulang lagi.
Apalagi, kata Sumedana, ada informasi dari masyarakat bahwa tindakan pemerasan yang sama diduga terjadi di beberapa tempat lain selain di Berawa, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.
Baca juga: Kejaksaan Badung limpahkan PNS pelaku pungli rekrutmen tenaga kontrak
Baca juga: Kejaksaan Badung limpahkan PNS pelaku pungli rekrutmen tenaga kontrak
Bahkan, RK juga diduga pernah melakukan upaya pemerasan terhadap investor asing.
"Baru dugaan awal bendesa lain ada. Laporan yang kami terima begitu. Ada warga asing yang juga dimintai sejumlah uang oleh yang bersangkutan, kami masih dalami," katanya.
Terkait dugaan pemerasan oleh Bendesa Adat Berawa RK, kata Sumedana, diduga tak hanya dilakukan kepada satu investor saja. Menurut informasi yang terkumpul oleh Kejati Bali, ada korban lainnya yang sudah diperas oleh Bendesa Adat Berawa.
Karena itu, dirinya meminta ke para investor di Bali untuk berani melaporkan upaya pemerasan oleh perangkat desa di manapun di Bali ke Kejati Bali untuk segera ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Saya berharap korban yang lain melaporkan Tidak hanya di Berawa, semua daerah di Bali mumpung Kajati-nya orang Bali. Bawa saja ke Kejati, saya akan amankan mereka," katanya.
Baca juga: Hakim vonis 7 tahun penjara pelaku pungli Kantor Penimbangan Cekik
Baca juga: Hakim vonis 7 tahun penjara pelaku pungli Kantor Penimbangan Cekik
Sumedana menyatakan akan selalu mengorek informasi terkait segala upaya pemerasan yang dilakukan seperti itu untuk menjaga iklim investasi di Bali.
Adapun Bendesa Adat Berawa RK terkena OTT Kejati Bali pada Kamis (2/5) di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar pada pukul 16.00 Wita saat yang bersangkutan sedang melakukan transaksi dengan seorang investor bernama AN.
Adapun jumlah barang bukti yang diamankan penyidik saat OTT tersebut adalah uang tunai Rp100 juta. RK pada awalnya, RK meminta uang sebesar Rp10 miliar. Jumlah tersebut diminta sebagai salah satu syarat proses investasi yang dilakukan oleh AN untuk mendapatkan persetujuan dan tanda tangan dari KR agar proses transaksi investasi dapat diproses lebih lanjut.
Pada Maret 2024, AN menyerahkan uang sebesar Rp50 juta kepada KR di starbuck Café daerah Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
Pada hari ini (Kamis 2/5), KR kembali bertemu dengan AN di mana pertemuan AN dengan KR tersebut untuk penyerahan sejumlah Rp100 juta yang merupakan bagian dari permintaan KR kepada AN.
"Barang bukti yang kami sita, dalam bentuk uang plastik Rp100 juta, katanya untuk uang muka," kata Sumedana.
Sumedana menjelaskan uang yang disetorkan investor kepada KR dipergunakan untuk kepentingan adat istiadat di Desa Berawa, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
Semua pembelian tanah di Desa Berawa pun harus berdasarkan izin yang diberikan oleh KR sebagai Bendesa Adat. Jika tidak, maka perizinan tersebut tidak mendapatkan persetujuan di tingkat atas.
"Semua transaksi pembelian tanah harus melalui perizinan dari mereka, baru bisa ke tingkat selanjutnya. Kalau tidak ada izin, maka tidak ada tindak lanjut ke notaris," katanya.
Sumedana mengatakan, dana untuk kepentingan desa adat biasanya bersifat sukarela dari pihak investor dan sifatnya tidak memaksa.
"Harusnya tak sebesar itu, biasanya untuk kepentingan adat itu sukarela, tidak memaksa, memeras atau tidak menargetkan sesuatu," katanya.