Gubernur Bali Wayan Koster menginginkan adanya sinergi desa adat dengan desa/kelurahan sehingga program-program pembangunan yang dibuat lebih terarah, tepat sasaran, dan bermanfaat untuk masyarakat.
"Sinergi ini sangat penting, mengingat desa adat dan desa/kelurahan menangani masyarakat yang sama di masing-masing wilayah," kata Koster saat menyampaikan sambutan pada acara Pesamuhan Agung Majelis Desa Adat di Pura Samuhan Tiga, Gianyar, Selasa.
Apalagi, menurut Koster, desa adat dan desa/kelurahan masing-masing memiliki sumber pendanaan dari negara (APBD/APBN). Tahun 2020, desa adat mendapat anggaran sebesar Rp300 juta dari APBD Provinsi Bali. Sedangkan desa mendapat anggaran rata-rata Rp1 miliar lebih dari APBN, dengan total Dana Desa sebesar Rp657,8 miliar untuk 636 desa di Bali. Desa juga mendapat anggaran ADD dari APBD Kabupaten/Kota.
"Sinergi desa adat dengan desa dalam menyelenggarakan program akan mengoptimalkan penggunaan anggaran dalam pembangunan desa adat/desa. Dalam kerangka sinergi itu, prajuru desa adat dengan perbekel dan perangkat desa perlu duduk bersama guna melakukan pemilahan program yang dilaksanakan oleh desa adat dan desa, agar lebih terarah, fokus, efektif, efisien, tepat sasaran, dan bermanfaat untuk masyarakat," ucapnya.
Oleh karena itu, Pesamuhan Agung tersebut menjadi langkah konsolidasi dan koordinasi desa adat, desa, dan kelurahan sebagai lembaga terdepan dalam menyelenggarakan pembangunan berskala desa adat, desa, dan kelurahan, unyuk mengembangkan kebersamaan dan kegotongroyongan sesuai dengan tema yang diangkat "Ngiring Masikian Ngawangun desa adat Miwah Desa Antuk Kawigunan Bali: Parasparos, Sarpana Ya, Gilik-Saguluk, Salunglung-Sabayantaka" itu.
Gubernur Bali dalam kesempatan itupun mempertegas komitmennya dalam program penguatan adat. Komitmen tersebut telah teraktualisasi dengan terbitnya Perda No 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Pemprov Bali juga menerbitkan Perda No 7 Tahun 2019 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, yang berisi pembentukan OPD baru yaitu Dinas Pemajuan Masyarakat Adat. Dinas ini secara khusus mengurus desa adat dan pertama kali dibentuk dalam sejarah Pemerintahan Provinsi Bali.
Berikutnya dikeluarkan pula Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan desa adat di Bali yang mengatur, memperjelas, dan mempertegas Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Adat.
Selain mengeluarkan beberapa regulasi, Gubernur juga mengambil kebijakan pemberian bantuan sebesar Rp300 juta untuk masing-masing desa adat dalam APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2020.
Baca juga: Wagub Bali minta warga subak bentengi lahan dengan Perda Desa Adat
Total alokasi anggaran desa adat sebesar Rp447,9 miliar untuk 1.493 desa adat di Bali. Penggunaan dana desa adat diatur dalam petunjuk teknis, yang terdiri dari Belanja Rutin maksimum sebesar Rp 80 juta meliputi insentif untuk Bendesa Adat sebesar Rp1,5 juta perbulan, Rp18 juta pertahun; insentif untuk Prajuru ditentukan secara musyawarah, maksimum Rp45 juta pertahun; dan biaya operasional sebesar Rp17 juta pertahun.
Sedangkan Belanja Program minimum sebesar Rp220 juta, untuk Program Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Program wajib provinsi meliputi kegiatan menggali dan membina Seni Wali, Seni Bebali, dan Seni Tradisi yang ada di desa adat, kegiatan pasantian, kegiatan pembinaan / pelatihan seni Sekaa Sebunan yang ada di desa adat, kegiatan Bulan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, kegiatan Pembinaan dan Pengembangan PAUD / TK Hindu Berbahasa Bali (Pasraman). Program prioritas masing-masing desa adat yang diputuskan melalui "paruman" atau rapat desa adat.
Pemprov Bali juga berencana membangun Kantor Majelis Desa Adat. Bangunan dengan 3 lantai tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp9,5 miliar yang bersumber dari CSR. Gedung akan mulai dibangun awal Tahun 2020 dan nantinya digunakan sebagai Sekretariat Bersama Majelis desa adat, Majelis Kebudayaan, dan Forum Perbekel Provinsi.
Sedangkan pembangunan Kantor Majelis desa adat Kabupaten/Kota yang menghabiskan anggaran sebesar sekitar Rp7,5 miliar, dananya bersumber dari CSR/APBD Kabupaten/Kota/APBD Provinsi, mulai dibangun tahun 2020-2022. Bangunan berlantai tiga itu nantinya digunakan sebagai Sekretariat Bersama Majelis desa adat Kabupaten/Kota dan Parisada Kabupaten/Kota.
Koster meminta desa adat dan desa/kelurahan bekerja sama dalam pengelolaan/pengolahan sampah, termasuk sampah plastik sekali pakai. Desa adat mengeluarkan awig-awig/pararem; desa melakukan pengelolaan/pengolahan sampah dengan menggunakan dana desa dari APBN/APBD, mengadakan kegiatan rutin minimum 2 kali dalam sebulan pada hari Minggu, berupa: Gerakan Semesta Berencana Bali Resik Sampah, termasuk sampah plastik; dan menyelenggarakan kegiatan pengembangan Budaya Hidup Bersih.
Selain itu, desa adat dan desa/kelurahan agar secara bersama-sama menyelenggarakan kegiatan sosialisasi agar krama desa adat dengan tertib dan disiplin menggunakan busana adat Bali pada hari Kamis, menggunakan bahasa, aksara, dan sastra Bali dan produk pertanian, perikanan, dan industri kerajinan lokal Bali.
Baca juga: Pemprov Bali siapkan Rp8,5 miliar untuk gedung Majelis Desa Adat
Desa juga diminta mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Bulan Bung Karno setiap bulan Juni mulai tahun 2020. Desa agar mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pembinaan seni budaya, pesantian, serta mendukung pendidikan PAUD/ TK Hindu berbahasa Bali dalam bentuk pasraman.
Desa pun ditugaskan melaksanakan kegiatan pembinaan seni budaya, pesantian, dan pendidikan PAUD/TK Hindu berbahasa Bali dalam bentuk Pasraman, menggunakan Dana Desa, Perbekel dan Perangkat Desa agar membantu secara sukarela administrasi pengelolaan keuangan desa adat.
"Pemerintah Provinsi Bali akan membentuk Tim Sinergitas Desa Adat dan Desa untuk mengkonsolidasi dan mengarahkan fokus dan prioritas pembangunan desa adat dan desa," ujarnya.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Bali akan membentuk Tim Pendamping bekerjasama dengan perguruan tinggi, ditugaskan di masing-masing desa adat untuk mengarahkan pelaksanaan pembangunan dan tata kelola desa adat sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang desa adat di Bali.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Bali yang didampingi Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati secara simbolis menyerahkan Daftar Isian Program desa adat (DIPDA) kepada sembilan Majelis desa adat Kabupaten/Kota Se-Bali.
Kegiatan pasamuhan agung diisi penyampaian materi oleh sejumlah narasumber yaitu Kepala BPKAD terkait Juknis Pengelolaan Keuangan Desa Adat Sesuai Pergub No 34 Tahun 2019.
Ketut Sumarta membawakan materi terkait tata kelola desa adat, Dr Gde Made Sadguna membawakan materi tentang pengembangan desa adat dan desa. Pada sesi dua, Kadis Kebudayaan Provinsi Bali membawakan materi memperkuat pembangunan adat istiadat, seni, dan budaya, Kadis PMD membawakan materi sinkronisasi/harmonisasi program desa adat dan desa. Materi ketiga terkait pendampingan perbekel dalam administrasi pengelolaan keuangan desa adat dibawakan oleh Ketua Forum Perbekel Provinsi Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Sinergi ini sangat penting, mengingat desa adat dan desa/kelurahan menangani masyarakat yang sama di masing-masing wilayah," kata Koster saat menyampaikan sambutan pada acara Pesamuhan Agung Majelis Desa Adat di Pura Samuhan Tiga, Gianyar, Selasa.
Apalagi, menurut Koster, desa adat dan desa/kelurahan masing-masing memiliki sumber pendanaan dari negara (APBD/APBN). Tahun 2020, desa adat mendapat anggaran sebesar Rp300 juta dari APBD Provinsi Bali. Sedangkan desa mendapat anggaran rata-rata Rp1 miliar lebih dari APBN, dengan total Dana Desa sebesar Rp657,8 miliar untuk 636 desa di Bali. Desa juga mendapat anggaran ADD dari APBD Kabupaten/Kota.
"Sinergi desa adat dengan desa dalam menyelenggarakan program akan mengoptimalkan penggunaan anggaran dalam pembangunan desa adat/desa. Dalam kerangka sinergi itu, prajuru desa adat dengan perbekel dan perangkat desa perlu duduk bersama guna melakukan pemilahan program yang dilaksanakan oleh desa adat dan desa, agar lebih terarah, fokus, efektif, efisien, tepat sasaran, dan bermanfaat untuk masyarakat," ucapnya.
Oleh karena itu, Pesamuhan Agung tersebut menjadi langkah konsolidasi dan koordinasi desa adat, desa, dan kelurahan sebagai lembaga terdepan dalam menyelenggarakan pembangunan berskala desa adat, desa, dan kelurahan, unyuk mengembangkan kebersamaan dan kegotongroyongan sesuai dengan tema yang diangkat "Ngiring Masikian Ngawangun desa adat Miwah Desa Antuk Kawigunan Bali: Parasparos, Sarpana Ya, Gilik-Saguluk, Salunglung-Sabayantaka" itu.
Gubernur Bali dalam kesempatan itupun mempertegas komitmennya dalam program penguatan adat. Komitmen tersebut telah teraktualisasi dengan terbitnya Perda No 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Pemprov Bali juga menerbitkan Perda No 7 Tahun 2019 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, yang berisi pembentukan OPD baru yaitu Dinas Pemajuan Masyarakat Adat. Dinas ini secara khusus mengurus desa adat dan pertama kali dibentuk dalam sejarah Pemerintahan Provinsi Bali.
Berikutnya dikeluarkan pula Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan desa adat di Bali yang mengatur, memperjelas, dan mempertegas Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Adat.
Selain mengeluarkan beberapa regulasi, Gubernur juga mengambil kebijakan pemberian bantuan sebesar Rp300 juta untuk masing-masing desa adat dalam APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2020.
Baca juga: Wagub Bali minta warga subak bentengi lahan dengan Perda Desa Adat
Total alokasi anggaran desa adat sebesar Rp447,9 miliar untuk 1.493 desa adat di Bali. Penggunaan dana desa adat diatur dalam petunjuk teknis, yang terdiri dari Belanja Rutin maksimum sebesar Rp 80 juta meliputi insentif untuk Bendesa Adat sebesar Rp1,5 juta perbulan, Rp18 juta pertahun; insentif untuk Prajuru ditentukan secara musyawarah, maksimum Rp45 juta pertahun; dan biaya operasional sebesar Rp17 juta pertahun.
Sedangkan Belanja Program minimum sebesar Rp220 juta, untuk Program Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Program wajib provinsi meliputi kegiatan menggali dan membina Seni Wali, Seni Bebali, dan Seni Tradisi yang ada di desa adat, kegiatan pasantian, kegiatan pembinaan / pelatihan seni Sekaa Sebunan yang ada di desa adat, kegiatan Bulan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, kegiatan Pembinaan dan Pengembangan PAUD / TK Hindu Berbahasa Bali (Pasraman). Program prioritas masing-masing desa adat yang diputuskan melalui "paruman" atau rapat desa adat.
Pemprov Bali juga berencana membangun Kantor Majelis Desa Adat. Bangunan dengan 3 lantai tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp9,5 miliar yang bersumber dari CSR. Gedung akan mulai dibangun awal Tahun 2020 dan nantinya digunakan sebagai Sekretariat Bersama Majelis desa adat, Majelis Kebudayaan, dan Forum Perbekel Provinsi.
Sedangkan pembangunan Kantor Majelis desa adat Kabupaten/Kota yang menghabiskan anggaran sebesar sekitar Rp7,5 miliar, dananya bersumber dari CSR/APBD Kabupaten/Kota/APBD Provinsi, mulai dibangun tahun 2020-2022. Bangunan berlantai tiga itu nantinya digunakan sebagai Sekretariat Bersama Majelis desa adat Kabupaten/Kota dan Parisada Kabupaten/Kota.
Koster meminta desa adat dan desa/kelurahan bekerja sama dalam pengelolaan/pengolahan sampah, termasuk sampah plastik sekali pakai. Desa adat mengeluarkan awig-awig/pararem; desa melakukan pengelolaan/pengolahan sampah dengan menggunakan dana desa dari APBN/APBD, mengadakan kegiatan rutin minimum 2 kali dalam sebulan pada hari Minggu, berupa: Gerakan Semesta Berencana Bali Resik Sampah, termasuk sampah plastik; dan menyelenggarakan kegiatan pengembangan Budaya Hidup Bersih.
Selain itu, desa adat dan desa/kelurahan agar secara bersama-sama menyelenggarakan kegiatan sosialisasi agar krama desa adat dengan tertib dan disiplin menggunakan busana adat Bali pada hari Kamis, menggunakan bahasa, aksara, dan sastra Bali dan produk pertanian, perikanan, dan industri kerajinan lokal Bali.
Baca juga: Pemprov Bali siapkan Rp8,5 miliar untuk gedung Majelis Desa Adat
Desa juga diminta mengalokasikan anggaran untuk kegiatan Bulan Bung Karno setiap bulan Juni mulai tahun 2020. Desa agar mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pembinaan seni budaya, pesantian, serta mendukung pendidikan PAUD/ TK Hindu berbahasa Bali dalam bentuk pasraman.
Desa pun ditugaskan melaksanakan kegiatan pembinaan seni budaya, pesantian, dan pendidikan PAUD/TK Hindu berbahasa Bali dalam bentuk Pasraman, menggunakan Dana Desa, Perbekel dan Perangkat Desa agar membantu secara sukarela administrasi pengelolaan keuangan desa adat.
"Pemerintah Provinsi Bali akan membentuk Tim Sinergitas Desa Adat dan Desa untuk mengkonsolidasi dan mengarahkan fokus dan prioritas pembangunan desa adat dan desa," ujarnya.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Bali akan membentuk Tim Pendamping bekerjasama dengan perguruan tinggi, ditugaskan di masing-masing desa adat untuk mengarahkan pelaksanaan pembangunan dan tata kelola desa adat sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang desa adat di Bali.
Dalam kesempatan itu, Gubernur Bali yang didampingi Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati secara simbolis menyerahkan Daftar Isian Program desa adat (DIPDA) kepada sembilan Majelis desa adat Kabupaten/Kota Se-Bali.
Kegiatan pasamuhan agung diisi penyampaian materi oleh sejumlah narasumber yaitu Kepala BPKAD terkait Juknis Pengelolaan Keuangan Desa Adat Sesuai Pergub No 34 Tahun 2019.
Ketut Sumarta membawakan materi terkait tata kelola desa adat, Dr Gde Made Sadguna membawakan materi tentang pengembangan desa adat dan desa. Pada sesi dua, Kadis Kebudayaan Provinsi Bali membawakan materi memperkuat pembangunan adat istiadat, seni, dan budaya, Kadis PMD membawakan materi sinkronisasi/harmonisasi program desa adat dan desa. Materi ketiga terkait pendampingan perbekel dalam administrasi pengelolaan keuangan desa adat dibawakan oleh Ketua Forum Perbekel Provinsi Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019