Mahasiswa Program Studi Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia Denpasar akan menampilkan berbagai karya busana yang dipadukan dengan sejumlah corak tenun primitif khas Bali dalam ajang Festival Seni Bali Jani di Taman Budaya Provinsi Bali, Denpasar pada Minggu (28/10).
"Peragaan busana yang melibatkan sekitar 30-40 model dari mahasiswa Prodi Desain yang menampilkan karya-karya terbaru, termasuk karya ujian akhir mahasiswa, akan bertajuk Nemu Gelang," kata Ketua Jurusan Fashion ISI Denpasar, Dr Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana, SSn, di Denpasar, Jumat.
Tema tersebut, lanjut dia, menggambarkan sebuah proses kreatif dalam penciptaan karya busana yang berujung pada kesadaran akan pentingnya penggunaan dan pemaknaan "wastra" atau kain Bali sebagai bagian dalam identitas karya.
Sedangkan para desainer yang terlibat selain dirinya juga ada Dr Tjokorda Abinanda Sukawati (Cok Abi), Kadek Wira Dika Saskara, I Gusti Ngurah Krisna Adi, Ni Kadek Yuni Diantari dan Putu Darmara Pradnya Paramita.
Cok Istri Cora menambahkan, adibusana berbasis pada wastra Bali merupakan muara dari proses kreatif seorang desainer. Sejauh ini, pesan yang ingin disampaikan sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali tentang Pemakaian Busana Adat.
"Dunia fashion identik glamour, lihat saja tren penggunaan busana di masyarakat belakangan ini apa yang lagi viral, corak busana , style begitu cepat meluas dan kompak digunakan. Sayangnya penggunaanya banyak yang melanggar secara etika, ini yang harus diberikan pemahaman secara konsisten kepada masyarakat yakni bagaimana berbusana yang baik dan benar sesuai norma yang berlaku," ujarnya.
Untuk itu pihaknya mengajak masyarakat agar menumbuhkan pengetahuan berbusana yang beretika, seperti apa busana yang benar dan baik sehingga cocok dikenakan untuk ke pura, atau kegiatan lainnya tanpa menimbulkan efek negatif.
Baca juga: 26 Oktober, Gubernur Koster siap buka Festival Seni Bali Jani 2019
Dalam karya yang akan dipersembahkan nanti, Cok Istri Cora menyebut akan ada pengenalan bahan kain tenun khas Bali Timur, yang sejauh ini banyak orang tidak mengenalnya.
"Jadi ada wastra Bebali namanya Saudan dan Tuu Batu dalam karya adibusana, umurnya ratusan tahun, kami akan perkenalkan corak langka kain khas kita Bali yang punya, nanti kita kenalkan ke publik," ujarnya.
Baca juga: Festival Seni Bali Jani sasar generasi milenial
Menurut dia, kain dengan polanya yang primitif, ketika digunakan dalam karya-karya kekinian jelas hasilnya luar biasa. "Jadi, orang Bali dalam menjalankan upacara Panca Yadnya, melalui napas doa dan harapan masyarakat kita tempo dulu, bisa dilihat dari jenis wastranya, sangat disakralkan, nah ini yang kita coba sedang gali, dimana pengetahuan leluhur kita maha hebat itu mewarisi karya busana yang kita masih bisa lihat hari ini," katanya.
Cok Istri Cora mengapresiasi kegiatan ajang Festival Seni Bali Jani sebagai wahana anak muda berkarya dan memberikan harapan untuk tumbuh generasi yang produktif dan menghasilkan di masa mendatang.
"Kami sangat bersyukur dan mengapresiasi kegiatan Festival Seni Bali Jani ini sebagai wadah kreativitas anak muda, para pelajar, mahasiswa menunjukkan kemampuannya dalam menggali karya-karya utamanya di dunia mode atau fashion," ujarnya.
Untuk diketahui, ajang Seni Bali Jani yang berlangsung dari 26 Oktober-8 November 2019, secara umum akan menampilkan berbagi kegiatan diantaranya Pawimba (Lomba), Adilango (Pergelaran), Aguron-guron (Workshop), Kandarupa (Pameran), Tenten (Pasar Malam Seni), Timbang Rasa (Sarasehan).
Baca juga: FSBJ 2019, Sanggar Seni Gumiart tampilkan enam tari kontemporer
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Peragaan busana yang melibatkan sekitar 30-40 model dari mahasiswa Prodi Desain yang menampilkan karya-karya terbaru, termasuk karya ujian akhir mahasiswa, akan bertajuk Nemu Gelang," kata Ketua Jurusan Fashion ISI Denpasar, Dr Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana, SSn, di Denpasar, Jumat.
Tema tersebut, lanjut dia, menggambarkan sebuah proses kreatif dalam penciptaan karya busana yang berujung pada kesadaran akan pentingnya penggunaan dan pemaknaan "wastra" atau kain Bali sebagai bagian dalam identitas karya.
Sedangkan para desainer yang terlibat selain dirinya juga ada Dr Tjokorda Abinanda Sukawati (Cok Abi), Kadek Wira Dika Saskara, I Gusti Ngurah Krisna Adi, Ni Kadek Yuni Diantari dan Putu Darmara Pradnya Paramita.
Cok Istri Cora menambahkan, adibusana berbasis pada wastra Bali merupakan muara dari proses kreatif seorang desainer. Sejauh ini, pesan yang ingin disampaikan sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali tentang Pemakaian Busana Adat.
"Dunia fashion identik glamour, lihat saja tren penggunaan busana di masyarakat belakangan ini apa yang lagi viral, corak busana , style begitu cepat meluas dan kompak digunakan. Sayangnya penggunaanya banyak yang melanggar secara etika, ini yang harus diberikan pemahaman secara konsisten kepada masyarakat yakni bagaimana berbusana yang baik dan benar sesuai norma yang berlaku," ujarnya.
Untuk itu pihaknya mengajak masyarakat agar menumbuhkan pengetahuan berbusana yang beretika, seperti apa busana yang benar dan baik sehingga cocok dikenakan untuk ke pura, atau kegiatan lainnya tanpa menimbulkan efek negatif.
Baca juga: 26 Oktober, Gubernur Koster siap buka Festival Seni Bali Jani 2019
Dalam karya yang akan dipersembahkan nanti, Cok Istri Cora menyebut akan ada pengenalan bahan kain tenun khas Bali Timur, yang sejauh ini banyak orang tidak mengenalnya.
"Jadi ada wastra Bebali namanya Saudan dan Tuu Batu dalam karya adibusana, umurnya ratusan tahun, kami akan perkenalkan corak langka kain khas kita Bali yang punya, nanti kita kenalkan ke publik," ujarnya.
Baca juga: Festival Seni Bali Jani sasar generasi milenial
Menurut dia, kain dengan polanya yang primitif, ketika digunakan dalam karya-karya kekinian jelas hasilnya luar biasa. "Jadi, orang Bali dalam menjalankan upacara Panca Yadnya, melalui napas doa dan harapan masyarakat kita tempo dulu, bisa dilihat dari jenis wastranya, sangat disakralkan, nah ini yang kita coba sedang gali, dimana pengetahuan leluhur kita maha hebat itu mewarisi karya busana yang kita masih bisa lihat hari ini," katanya.
Cok Istri Cora mengapresiasi kegiatan ajang Festival Seni Bali Jani sebagai wahana anak muda berkarya dan memberikan harapan untuk tumbuh generasi yang produktif dan menghasilkan di masa mendatang.
"Kami sangat bersyukur dan mengapresiasi kegiatan Festival Seni Bali Jani ini sebagai wadah kreativitas anak muda, para pelajar, mahasiswa menunjukkan kemampuannya dalam menggali karya-karya utamanya di dunia mode atau fashion," ujarnya.
Untuk diketahui, ajang Seni Bali Jani yang berlangsung dari 26 Oktober-8 November 2019, secara umum akan menampilkan berbagi kegiatan diantaranya Pawimba (Lomba), Adilango (Pergelaran), Aguron-guron (Workshop), Kandarupa (Pameran), Tenten (Pasar Malam Seni), Timbang Rasa (Sarasehan).
Baca juga: FSBJ 2019, Sanggar Seni Gumiart tampilkan enam tari kontemporer
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019