Sanggar Seni Gumiart akan menampilkan enam tari kontemporer yang tetap berakar pada tradisi pada perhelatan Festival Seni Bali Jani 2019 di Taman Budaya, Provinsi Bali, 26 Oktober – 8 November.
"Kami ingin mendorong anak-anak Gumiart berjaya dan mem-publish hasil karya lewat ajang Seni Bali Jani," kata pemilik dan pimpinan Gumiart I Gede Gusman Adhi Gunawan, di Denpasar, Kamis.
Pria yang akrab disapa Wawan Gumiart itu menambahkan, dalam ajang kali pertama ini pihaknya bakal menampilkan enam karya tari kontemporer yang masih berakar dari seni tradisi yang diolah kembali dan dikembangkan menjadi sajian seni baru pada Rabu (30/10) di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali.
"Kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Bali yang mengadakan ajang Festival Seni Bali Jani sebagai media untuk menunjukkan bakat dan sebagai media promosi," ucap Gede yang juga Dosen Pendidikan Sendratasik di IKIP PGRI Bali ini.
Baca juga: Komunitas Mahima sajikan musik puisi "Interior Danau" di FSBJ 2019
Gumiart yang memiliki segudang pengalaman pentas di dalam maupun di luar negeri itu, menyajikan garapan seni yang didukung anak-anak muda kreatif.
Enam seni tari yang ditampilkan itu adalah Legong Buwuk, sebuah garapan tari yang mengangkat kisah nyata yang dialami sang koreografer dimana Artshop milik ibunya terbakar dan hanya menyisakan puing.
"Saya mencoba membangkitkan kisah nyata ini menjadi sebuah karya. Saya hanya mengedepankan psikologi yang lebih menggambarkan suasana pasca-musibah kebakaran," ujarnya.
Sajian kedua berupa Tari Baris Wayang, sebuah karya yang menstranformasi gerak-gerak wayang yang berada di belakang kelir. Garapan berdurasi tujuh menit ini murni mengangkat esensi gerakan wayang tradisi.
Berikutnya menampilkan Tari Busung Mangigel yang menggambarkan keindahan alam Bali. Janur sebagai simbol ketulusan bakal diekspresikan oleh lima penari wanita.
Baca juga: Festival Seni Bali Jani sasar generasi milenial
Selanjutnya ada karya Tari Mosaic Mini Nusantara. Karya ini lahir dari kebiasaan Gumiart mengekplorasi seni tradisi. Bukan hanya seni tradisi Bali, tetapi juga seni tradisi dari luar daerah, sehingga kemasan masing-maisng daerah memberikan warna yang beragam.
"Gumiart juga akan menampilkan Tari Sura Magadha yang mencoba untuk membawa frame kita ke tanah Jawa. Gerakannya lebih banyak berbentuk tari putra gagah yang dibumbui dengan sebuah ceritera, tokoh dari Pangeran Diponegoro pahlawan nasional," katanya.
Semua garapan tari itu memanfaatkan musik midi untuk mendukung suasana pementasan. Dalam urusan musik, Gumiart bekerja sama dengan Ari Palawara untuk merancang iringan tari tersebut.
"Kami harus bisa menciptakan karya dengan gaya yang bisa diwariskan untuk anak cucu ke depan. Dengan cara mengembangkan, mengemas dan mengolah seni tradisi itu lagi, sehingga nantinya mempunyai tradisi baru," ucap Wawan.
Baca juga: Bali siapkan hadiah puluhan juta untuk lomba FSBJ
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kami ingin mendorong anak-anak Gumiart berjaya dan mem-publish hasil karya lewat ajang Seni Bali Jani," kata pemilik dan pimpinan Gumiart I Gede Gusman Adhi Gunawan, di Denpasar, Kamis.
Pria yang akrab disapa Wawan Gumiart itu menambahkan, dalam ajang kali pertama ini pihaknya bakal menampilkan enam karya tari kontemporer yang masih berakar dari seni tradisi yang diolah kembali dan dikembangkan menjadi sajian seni baru pada Rabu (30/10) di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali.
"Kami sangat berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Bali yang mengadakan ajang Festival Seni Bali Jani sebagai media untuk menunjukkan bakat dan sebagai media promosi," ucap Gede yang juga Dosen Pendidikan Sendratasik di IKIP PGRI Bali ini.
Baca juga: Komunitas Mahima sajikan musik puisi "Interior Danau" di FSBJ 2019
Gumiart yang memiliki segudang pengalaman pentas di dalam maupun di luar negeri itu, menyajikan garapan seni yang didukung anak-anak muda kreatif.
Enam seni tari yang ditampilkan itu adalah Legong Buwuk, sebuah garapan tari yang mengangkat kisah nyata yang dialami sang koreografer dimana Artshop milik ibunya terbakar dan hanya menyisakan puing.
"Saya mencoba membangkitkan kisah nyata ini menjadi sebuah karya. Saya hanya mengedepankan psikologi yang lebih menggambarkan suasana pasca-musibah kebakaran," ujarnya.
Sajian kedua berupa Tari Baris Wayang, sebuah karya yang menstranformasi gerak-gerak wayang yang berada di belakang kelir. Garapan berdurasi tujuh menit ini murni mengangkat esensi gerakan wayang tradisi.
Berikutnya menampilkan Tari Busung Mangigel yang menggambarkan keindahan alam Bali. Janur sebagai simbol ketulusan bakal diekspresikan oleh lima penari wanita.
Baca juga: Festival Seni Bali Jani sasar generasi milenial
Selanjutnya ada karya Tari Mosaic Mini Nusantara. Karya ini lahir dari kebiasaan Gumiart mengekplorasi seni tradisi. Bukan hanya seni tradisi Bali, tetapi juga seni tradisi dari luar daerah, sehingga kemasan masing-maisng daerah memberikan warna yang beragam.
"Gumiart juga akan menampilkan Tari Sura Magadha yang mencoba untuk membawa frame kita ke tanah Jawa. Gerakannya lebih banyak berbentuk tari putra gagah yang dibumbui dengan sebuah ceritera, tokoh dari Pangeran Diponegoro pahlawan nasional," katanya.
Semua garapan tari itu memanfaatkan musik midi untuk mendukung suasana pementasan. Dalam urusan musik, Gumiart bekerja sama dengan Ari Palawara untuk merancang iringan tari tersebut.
"Kami harus bisa menciptakan karya dengan gaya yang bisa diwariskan untuk anak cucu ke depan. Dengan cara mengembangkan, mengemas dan mengolah seni tradisi itu lagi, sehingga nantinya mempunyai tradisi baru," ucap Wawan.
Baca juga: Bali siapkan hadiah puluhan juta untuk lomba FSBJ
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019