Catatan Redaksi

Prof Gede Sri Darma, D.B.A, prototype generasi muda pejuang yang jujur, intelektual dan option kepada pembangunan masyarakat  Bali. Tiga sifat dasar paling dominan dari  Sri Darma tersebut menyatu dalam karakter dirinya, sebagai kekuatan progresif  menyiapkan anak anak Bali  dengan visi 'Move to Global Digital' dengan mendobrak tradisi akademis yang tidak produktif. Sri Darma adalah  rector termuda di Indonesia yang pikiran pikiran-pikirannya selalu mencerahkan anak bangsa , sehingga layak menjadi pemimpin Bali masa depan.

Sementara itu, Sri Darma mengatakan muatan spiritual harus segera dijabarkan. Sedangkan empati harus dimulai dari pembenahan manajemen internal dan menjadikan kampus sebagai pusat kegiatan akademik. Dengan cara seperti itu, maka citra Undiknas sebagai lembaga yang menjunjung kualitas, spiritual, dan berempati dengan lingkungan akan semakin terangkat ke permukaan. Kinerja seperti itu sangat penting karena Undiknas sedang bersaing dengan sesama PTS maupun PTN.

Persaingan terlihat jelas ketika sejumlah PTS semakin gencar menyelenggarakan kelas jarak jauh, sedangkan di PTN semakin banyak fakultas yang membuka kelas ektensi. Namun dia yakin, terutama dalam menghadapi persaingan antara sesama PTS, Undiknas akan mampu tampil sebagai pemenangnya. Sebab dengan cara apapun PTS lain mempertahankan programnya, dengan nama apapun program itu disebut, jika terbukti kurang berkualitas dengan sendirinya akan dijauhi oleh konsumen, calon mahasiswa. Lagi pula, jika sebagian besar PTS lain memperhatikan mahasiswa sampai lulus saja. Di Undiknas lebih jauh dari itu, memantau alumninya sampai memperoleh pekerjaan.

Sementara debat berlangsung, di luar ruangan, di pinggir jalan Tukad Yeh Aya, persis di depan kampus, terbentang spanduk putih yang berisikan puluhan tanda tangan orang-orang yang memberikan dukungan terhadap rektor demisioner Suryanata. Sejumlah poster yang mendukung Suryanata juga terpajang di lokasi strategis. Namun rupanya, anggota Senat Undiknas yang berjumlah 17 orang tidak terpengaruh dengan aksi-aksi demonstrasi mahasiswa, seperti terlihat dari tampilnya Sri Darma sebagai pemenang. Hanya tiga orang dari mereka yang mau memberikan suara kepada Suryanata.

Kemenangan mutlak yang diperoleh Sri Darma tentunya tidak bisa dipisahkan dari kerja kerasnya selama menjadi PR I. Sepanjang waktu, dia selalu berpikir mencari solusi atas berbagai persoalan yang dialami Undiknas. Hasil kontemplasinya itu lantas dituangkan pada saat berlangsungnya rapat pimpinan universitas, di dalamnya termasuk dihadiri pula oleh para anggota senat yang menjatuhkan pilihannya pada Sri Darma dalam pemilihan rektor itu. jadi, dalam setiap acara rapat pimpinan, Sri Darma selalu menyampaikan informasi serta ide-ide baru yang kiranya bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di Undiknas.

Sri Darma memang tidak bisa hanya duduk manis sebagai pendengar. Dia selalu menemukan ide-ide baru yang seringkali sulit dimengerti oleh orang lain. Ide-ide itu lahir dari pengalamannya kuliah, baik di Yogyakarta maupun Australia lantas dipadukan dengan ilmu pengetahuan yang dipetiknya dari internet dan buku-buku keluaran terbaru.

"Barangkali itu yang menyebabkan saya mendapatkan suara mutlak saat pemilihan Rektor Undiknas."

Kegemaran Sri Darma memadukan pengalaman dan bacaan-bacaan mutakhir itu yang lantas dijadikan sebagai modal sosial dalam menjalankan tugasnya sebagai rektor, hingga akhirnya ia melenggang sebagai Rektor Undiknas untuk periode selanjutnya, 2009-2014. Pemilihan rektor kali ini lebih efisien dan efektif ketimbang periode yang sebelumnya. Sebab sejatinya, Sri Darma yang kala itu sudah menyandang jabatan profesor berhadapan dengan tiga kandidat lainnya yang sederajat dengannya, yaitu Profesor I Nengah Dasi Astawa, Profesor Ida Bagus Raka Suardana, dan Profesor I Nyoman Budiana. Namun ketiganya mengundurkan diri. Rupanya mereka enggan berhadapan dengan Sri Darma yang dinilai oleh berbagai pihak telah berhasil menjalankan manajemen pendidikan tinggi dan mampu meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di Undiknas.

Karena sudah tidak ada calon lainnya lagi, maka secara aklamasi anggota senat memilih Gede Sri Darma untuk kembali menduduki jabatannya sebagai Rektor Undiknas periode 2009-2014. Menanggapi keterpilihannya kembali sebagai Rektor Undiknas, Sri Darma tidak ada unsur otoriter maupun pemaksaan, sebab semua mekanisme pemilihan dilakukan secara demokratis. Dia pun mengucapkan terima kasih sekaligus menghormati rapat senat yang merupakan badan normatif tertinggi untuk secara bersama-sama membangun Undiknas menjadi lebih baik lagi.

Dalam rapat senat itu, juga lahir keputusan mengubah nama tiga fakultas. Fakultas Ekonomi menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik menjadi Fakultas Ilmu Administrasi dan Komunikasi. Fakultas Teknik menjadi Fakultas Teknik dan Informatika. Pengesahan nama-nama baru ketiga fakultas tersebut cukup hanya berdasarkan Surat Keputusan Rektor tanpa harus mendapat persetujuan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Dikti.

Menurut Sri Darma, perubahan nama fakultas tersebut akan memberikan peluang kepada para dekan di lingkungan Undiknas untuk lebih leluasa bereksperimen dalam mengembangkan program studinya supaya sejalan dengan proses globalisasi yang sedang berlangsung dalam putaran waktu yang begitu cepat. Jika tidak, Undiknas tidak akan mampu mempertahankan diri di masa yang akan datang, ketika dunia dipenuhi teknologi yang serba digital. Sementara, terkait dengan program jangka pendek, Sri Darma yang saat itu juga menjabat pula sebagai Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Bali akan berjuang keras memenuhi target akreditasi institusi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia para dosen dan karyawan serta menargetkan meraih nilai akreditasi B untuk semua program studi S-1 dan S-2 di Undiknas.

Lebih dari itu, Sri Darma juga ingin membangun corporate culture, yang bisa diartikan sebagai budaya kampus yang baik di lingkungan Undiknas. Keinginan itu didasari oleh suatu pemikiran untuk mempertahankan Undiknas tanpa batas waktu di tengah-tengah era global dan digital. Sasarannya adalah meningkatkan kemampuan untuk memenuhi kepentingan stakeholder internal maupun eksternal secara berkesinambungan. Karena itu, Sri Darma akan mengupayakan semua aktivitas dan kinerja kampus bermuatan nilai-nilai adiluhung yang diyakini dan dipahami secara sempurna oleh tri civitas akademika. Hasil akhirnya adalah segala upaya dan kegiatan bersama diarahkan untuk merealisasikan semua cita-cita dan tujuan Undiknas.

Salah satu cita-cita dan tujuan Undiknas adalah mampu melindungi dan memaksimalkan seluruh sumberdaya baik yang nyata maupun tidak nyata (tangible resources and intangible resources) di internal maupun eksternal kampus guna memberikan nilai tambah bagi semua stakeholder. Cita-cita dan tujuan itu akan dicapai dengan cara mewujudnyatakan semua potensi yang tersedia ke dalam setiap pemikiran, perkataan, perbuatan, kebiasaan, dan keputusan atas nama lembaga. Dengan cara seperti itu Undiknas diharapkan mampu bersaing di semua jenis kompetisi dalam segala situasi dan kondisi di sepanjang waktu. Kompetisi tersebut akan dilakukan secara transparan dan elegan, dalam arti tidak akan melakukan curang, senantiasa bersikap sportif, bersaing secara sehat dan mengedepankan etika demi menghormati semua tatanan bermoral.

Sri Darma merasa yakin akan mampu mewujudkan cita-cita dan tujuan Undiknas tersebut. Karena ia merasa memiliki modal berupa pengalaman dan ilmu pengetahuan yang diperolehnya terutama saat menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Southern Cross University, Australia. Perpaduan dari keduanya itu akan dipakai untuk membangun sistem pendidikan di Undiknas.

"Sistem pendidikan di UGM sangat menomorsatukan kedisiplinan. Dengan penuh kedisiplinan, dosen-dosen UGM akan mengarahkan mahasiswa pada pengetahuan yang seharusnya diketahui. Kedisiplinan yang dipadukan dengan kualitas, menjadikan dosen-dosen di UGM itu begitu teliti memperhatikan perkembangan mahasiswanya. Kalau ada tugas ya betul-betul diperiksa. Jadi tidak hanya sekedar diperiksa, lantas memberikan nilai yang tidak sesuai dengan kualitas tugas. Selain itu budaya membaca yang begitu ketat diterapkan di UGM, juga ingin saya terapkan di Undiknas." (*)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017