Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia menyatakan optimistis bahwa kinerja ekspor pada 2017 akan mengalami kenaikan, meski kondisi perekonomian global masih belum sepenuhnya pulih serta banyak ketidakpastian yang terjadi.
"Yang pasti, saya melihat itu ada peluang. Selalu saya sampaikan, dalam setiap situasi dan berbagai kondisi pasti ada peluang," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, di Jakarta, akhir pekan ini.
Menteri Perdagangan dalam wawancara dengan ANTARA, menyatakan bahwa meskipun pada 2016 dan nanti pada 2017 banyak negara cenderung proteksionis, masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar dan meningkatkan kinerja ekspor.
Dalam kondisi ekonomi yang baik, menurut Enggartiasto, peluang untuk meningkatkan ekspor pasti besar. Namun, dalam kondisi ekonomi yang tidak baik, juga menyimpan peluang meskipun perdagangan bebas cenderung berubah dan lebih proteksionis.
Namun, Enggartiasto masih enggan untuk menyebutkan berapa persen target peningkatan ekspor pada 2017.
Tercatat, berdasarkan data Badan Pusat Statistik neraca perdagangan Indonesia hingga November 2106 mengantongi surplus mencapai 7,79 miliar dolar AS.
Bahkan, pada November 2017, kinerja ekspor dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya mengalami kenaikan mencapai 21,34 persen.
Beberapa rencana yang disiapkan oleh Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia pada 2017 tersebut antara lain berupaya untuk menembus pasar-pasar baru.
Sementara untuk pasar tradisional akan tetap dipertahankan serta tetap melindungi pasar domestik.
Negara-negara non-tradisional yang tengah diincar oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan kinerja ekspor tersebut antara lain adalah India, Rusia, negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Kementerian Perdagangan, pada tahun 2017 akan fokus untuk menyelesaikan skema kerja sama dengan negara-negara tersebut.
"Dengan menggarap pasar baru tersebut dan menjaga pasar domestik serta pasar tradisional tujuan ekspor yang membutuhkan kita, maka saya optimis," ujar Enggartiasto.
Sementara untuk pasar tradisional seperti Amerika Serikat, pemerintah tetap menyatakan optimistis meski Presiden terpilih Donald Trump menyatakan akan lebih proteksionis. Pemerintah menilai, Negeri Paman Sam tersebut tidak akan menutup diri karena sesungguhnya mereka memerlukan Indonesia sebagai negara tujuan ekspor.
Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat merupakan yang terbesar kedua setelah Republik Rakyat Tiongkok. Tercatat pada November 2017, ekspor mencapai 1,33 miliar dolar AS sementara ke Tiongkok sebesar 1,81 miliar dolar AS.
Sementara surplus neraca perdagangan dengan AS pada periode Januari-November 2016 mencapai 7,7 miliar dolar AS dan membuat negara tersebut masih menjadi pasar potensial bagi Indonesia.
"Amerika tidak mungkin menutup diri, karena mereka perlu ekspor produk mereka ke Indonesia. Sebab jika Amerika Serikat hanya berdiri sendiri, perputaran ekonomi sudah tidak mungkin terjadi," kata Enggartiasto.
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia pada periode Januari-November 2016 mencapai 130,65 miliar dolar AS atau menurun 5,63 persen dibanding periode yang sama tahun 2015.
Ekspor nonmigas tercatat mencapai 118,80 miliar dolar AS atau menurun 1,96 persen. Meski menurun jika dibanding tahun sebelumnya, namun tren yang ada pada akhir 2016 sudah mulai membaik dan sedikit mengalami kenaikan. (WDY)