Jakarta (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengimbau agar
Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Fahmi Darmawansyah yang
menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap
terkait pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla), kembali ke Indonesia.
"Jadi pada saudara FD (Fahm Darmawansyah) tentu saja kita imbau
segera kembali ke Indonesia dan akan lebih baik bagi tersangka kalau
yang bersangkutan bekerja sama dengan penegak hukum dan segera
menyerahkan diri ke KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung
KPK Jakarta.
Menurut Febri, Fahmi pergi keluar negeri sebelum terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 14 Desember 2016.
"Yang bersangkutan berangkat beberapa hari sebelum terjadinya OTT,
jadi dua hari yang lalu yang bersangkutan sudah ada di luar negeri namun
rincian posisi dan pergerakan kami belum bisa sampaikan," tambah Febri.
Ia
juga mengatakan KPK sudah berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi dan
instansi pemerintah lain terkait pemulangan Fahmi, tapi belum mengirim
surat permintaan red notice kepada Interpol.
"Kami belum sampai pada kesimpulan apa perlu dibuat seperti red notice
atau kerja sama dengan interpol atau upaya-upaya paksa lain, yang pasti
penyidik sedang fokus di beberapa kegiatan memperdalam perkara ini.
Kalau yang bersangkutan sendiri bisa pulang sendiri dengan jadwal yang
sudah dibuat dengan sendirinya tentu akan lebih efektif dan efisien,"
ungkap Febri.
KPK juga masih mengembangkan perkara ini apakah ada pihak-pihak lain
yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau pengembangan kasus
ke tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kemungkinan TPPU sama dengan kemungkinan pengembangan perkara itu
kami gantungkan pada informasi dan bukti yang ada, untuk TPPU kita harus
melihat misalnya ada penyamaran aset atau uang dari hasil kejahatan,"
tambah Febri.
Sedangkan mengenai kemungkinan memanggil oknum TNI, Febri juga mengatakan akan mengkoordinasikan dengan POM TNI.
"Nanti kami koordinasikan, tapi tentu saja kewenangan memanggil
saksi itu ada pada KPK khususnya penyidik. Namun karena ini menyangkut
dua wilayah hukum jadi kita perlu ada koordinasi agak intensif.
Keterlibatan oknum militer masih kita dalami tapi KPK tidak masuk ke
wilayah militer, namun sepengetahuan kami memang belum ada militer yang
diproses," jelas Febri.
KPK pada Rabu (14/12) melakukan OTT terhadap Deputi Bidang
Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna
Anggaran Edi Susilo Hadi, dan tiga orang pegawai PT Melati Technofo
Indonesia Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta dan Danang Sri Radityo di
dua tempat berbeda di Jakarta.
Eko diduga menerima Rp2 miliar sebagai bagian dari Rp15 miliar commitment fee yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp200 miliar.
Namun KPK baru menetapkan Eko sebagai tersangka penerima suap dan
Hardy, Muhammad Adami Okta serta Fahmi sebagai tersangka pemberi suap,
sedangkan Danang hanya berstatus sebagai saksi. (WDY)
KPK Imbau Direktur MTI Kembali ke Indonesia
Jumat, 16 Desember 2016 15:38 WIB